LOGIKA, BAHASA, MATEMATIKA, dan STATISTIKA dalam FILSAFAT ILMU



MAKALAH

FILSAFAT ILMU
“SARANA BERFIKIR LOGIKA, BAHASA, MATEMATIKA, DAN STATISTIKA DALAM PERKEMBANGAN ILMU”

 (disusun untuk memenuhi tugas perkuliahan Filsafat Ilmu, Oktober 2013)

Oleh :
CHAYA PEBIYANA
06032681318062


Dosen Pengampu :
Prof. Mulyadi Eko Purnomo,M.Pd
Dr. Riswan Jaenuddin, M.Pd



PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNOLOGI PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2013



SARANA BERFIKIR DARI LOGIKA, BAHASA, MATEMATIKA, DAN STATISTIKA DALAM PERKEMBANGAN ILMU.
Pendahuluan
Dalam pertumbuhannya, filsafat sebagai hasil penilaian para filosof, telah melahirkan berbagai macam pandangan. Adakalanya, beberapa pandangan saling mendukung, dan adakalanya pula berbeda dan saling berlawanan. Perbedaan itu antara lain disebabkan oleh pendekatan yang dipakai berbeda-beda, sehingga menghasilkan kesimpulan yang berbeda pula. Dalam filsafat ilmu sarana berfikir ilmiah menjadi bahan untuk dipaparkan melalui logika, bahasa, Matematika, dan statistika. Dari empat peran filsafat ilmiah tersebut penerapan antara filsafat dengan ilmu pendidikan mempunyai objek dari sudut pandang masing-masing.
Filsafat pendidikan sebagai salah satu acuan untuk memperbaiki pendidikan di Indonesia. Karena dalam memperlajari Filsafat Pendidikan Kita lebih tahu dasar-dasar pendidikan. Dengan mempelajarinya maka generasi yang akan datang akan lebih memahami tentang pendidikan dan aliran filsafat pendidikan, supaya kita dapat mengambil hikmah pembelajaran dari aliran-aliran filsafat pendidikan tersebut.
Manusia sebagai makhluk sempurna. Merupakan Maha karya agung yang dipercaya mengolah dunia. Manusia dibekali dengan berbagai kemampuan. Salah satunya adalah kemampuan berlogika yaitu kemampuan seseorang menarik kesimpulan melalui proses berfikir yang membuahkan pengetahuan.agar pengetahuan yang dihasilkan penalaran itu mempunyai dasar kebenaran (Suryasumantri, 1990:46).
Bahasa adalah kemampuan pertama manusia. Dengan bahasa manusia mengenal berbagai pengertian dan pemahaman. Kemampuan berbahasa juga mengantarkan seseorang meraih berbagai peluang kerja, seperti pernyataan Wittgenstein ”Die Grenzen Meiner Sprache Bedeuten Die Grenze Meiner Welt” (Batas Bahasaku adalah Batas Duniaku) (Suryasumantri, 1990:171).
Matematika merupakan bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari pernyataan yang ingin kita sampaikan. Matematika memberikan kemudahan kepada kita di dalam memberi simbol akan makna sesuatu. Sehingga apa yang sulit menjadi mudah dipahami (Suryasumantri, 1990:193).
Sementara statistika pengembangan lebih lanjut dari matematika. Penggunaan statistika dalam kehidupan dewasa ini sangat membantu untuk melakukan penarikan kesimpulan dari permasalahan yang dihadapi atau untuk merencanakan masa depan yang baik (Suryasumantri, 1990:211).
Peradaban yang dibangun manusia, disebabkan dia mampu melakukan penalaran. Penalaran menggunakan  kecakapan penggunaan  logika, bahasa, matematika dan statistika sebagai pembantu mengambil kesimpulan. Sejumlah pengetahuan yang dihasilkan manusia baik melalui penalaran rasional maupun emperikal, terus menerus melahirkan ilmu baru. Ilmu baru tersebut terus-menerus berkoheren dengan ilmu lainnya. Yang tidak pernah berhenti. Manusia tidak pernah kesepian dari informasi pengetahuan.
Adapun perumusan masalah yang akan dibahas pada makalah ini adalah sebagai berikut:
1.    Pengertian logika
2.    Bahasa
3.    Matematika
4.    Statistic



A.   LOGIKA
Pengertian
Penalaran merupakan suatu proses berfikir yang membuahkan pengetahuan agar pengetahuan yang dihasilkan penalaran itu mempunyai dasar kebenaran  maka proses berfikir itu harus dilakukan suatu cara tertentu. Suatu penarikan kesimpulan ini disebut logika, dimana logika secara luas dapat didefinisikan sebagai pengkajian untuk berfikir secara sahih (valid) dan ditarik kesimpulan (Suryasumantri, 1990:46).
Terdapat bermacam-macam cara penarikan kesimpulan namun sesuai dengan tujuan studi yang memusatkan diri kepada penalaran ilmiah, kita akan melakukan penalaran ilmiah, kita akan melakukan penelaahan yang seksama hanya terhadap dua jenis cara penarikan kesimpulan, yakni logika induktif dan logika deduktif (Suryasumantri, 1990:46).
Logika induktif erat hubungannyadengan penarikan kesimpulan dari kasus-kasus individual nyata menjadi kesimpulan yang bersifat umum sedangkan deduktif kesimpulan didapat dari hal yang bersifat umum menjadi khusus yang bersifat individual. Contoh pernyataan yang bersifat induktif : semua binatang mempunyai mata dan semua manusia mempunyai mata, dapat ditarik kesimpulan bahwa semua makhluk mempunyai mata. Sedangkan deduktif: semua makhluk mempunyai mata (premis mayor) Si Polan adalah seorang makhluk (premis minor) Jadi Si Polan mempunyai mata. Kesimpulan yang diambil bahwa Si Polan mempunyai mata adalah sah menurut penalaran deduktif, sebab kesimpulan ini ditarik secara logis dari dua premis yang mendukungnya. Pernyataan apakah kesimpulan itu benar maka dapat dipastikan bahwa kesimpulan itu salah, meskipun kedua premisnya benar, sekiranya cara penarikan kesimpulan adalah tidak sah dengan demikian maka ketepatan penarikan kesimpulan tergantung dari tiga hal yakni kebenaran premis mayor, kebenaran premis minor dan keabsahan mengambil kesimpulan (Suryasumantri, 1990:49).
Jadi dapat ditarik kesimpulan didalam pengetahuan proses berfikir sangat dibutuhkan untuk kelancaran penggunaan dan peningkatan kemampuan manusia dalam mengelola serta bagaimana proses berfikir yang membuahkan pengetahuan agar pengetahuan yang dihasilkan penalaran itu mempunyai dasar kebenaran  maka proses berfikir itu harus dilakukan suatu cara tertentu untuk kemajuan pengetahuan yang didapat.
B.   BAHASA
Pengertian
Bahasa adalah komunikasi verbal yang dipakai dalam seluruh proses berfikir ilmiah. Terdapat beberapa pengertian bahasa: (Suryasumantri, 1990: 171-188).
1.    Bahasa adalah serangkaian bunyi.
Sebenarnya kita bisa berkomunikasi dengan mempergunakan alat-alat lain, umpamanya saja dengan memakai berbagai isyarat. Manusia mempergunakan bunyi sebagai alat komunikasi yang paling utama. Tentu saja, mereka yang tidak dianugerahi kemampuan bersuara, harus mempergunakan alat komunikasi yang lain, seperti yang kita lihat mereka yang bisu. Komunikasi dengan mempergunakan bunyi ini dikatakan juga sebagai komunikasi verbal, dan manusia yang bermasyarakat dengan alat komunikasi bunyi, disebut juga sebagai masyarakat verbal.
2.    Bahasa merupakan lambang di mana rangkaian bunyi ini membentuk suatu arti tertentu. Rangkaian bunyi yang kita kenal sebagai kata melambangkan suatu obyek tertentu umpamanya saja gunung atau seekor burung merpati. Perkataan gunung dan burung merpati sebenarnya merupakan lambang yang kita berikan kepada dua obyek tersebut. Bagi kita obyek tersebut kita lambangkan dengan bunyi “gunung” sedangkan bahasa lain dilambangkan dengan mountain dalam bahasa Inggris atau jaba dalam bahasa Arab. Demikian juga dengan “merpati” yang berubah menjadi dove dalam bahasa Inggris dan japati dalam bahasa Sunda.
Adanya bahasa memungkinkan kita untuk memikirkan sesuatu dalam benak kepala kita, meskipun obyek yang sedang kita pikirkan tersebut tidak berada di dekat kita. Manusia dengan kemampuannya berbahasa memungkinkan untuk memikirkan sesuatu masalah secara terus-menerus. Jadi dengan bahasa bukan saja manusia dapat berpikir secara teratur namun juga dapat mengkomunikasikan apa yang sedang dia pikirkan kepada orang lain.
3.    Peranan Bahasa dalam kehidupan manusia
Keunikan manusia sebenarnya bukanlah terletak pada kemampuan berpikirnya melainkan terletak pada kemampuan berbahasa. Tanpa mempunyai kemampuan berbahasa ini maka kegiatan berpikir secara sistematis dan teratur tidak mungkin dilakukan. Lebih lanjut lagi, tanpa kemampuan berbahasa ini maka manusia tak mungkin mengembangkan kebudayaannya, sebab tanpa mempunyai bahasa maka hilang pulalah kemampuan untuk meneruskan nilai-nilai budaya dari generasi yang satu kepada generasi selanjutnya. Manusia dapat berfikir dengan baik karena dia mempunyai bahasa. Tanpa bahasa maka manusia tidak akan dapat berfikir secara rumit dan abstrak seperti yang dilakukan pada kegiatan ilmiah. Demikian juga tanpa bahasa maka kita tidak akan dapat mengkomunikasikan pengetahuan kita kepada orang lain. Binatang tidak diberkahi dengan bahasa yang sempurna sebagaimana kita miliki, oleh sebab itu maka binatang tidak dapat berfikir dengan baik dan mengakumulasikan pengetahuannya lewat proses komunikasi seperti kita mengembangkan ilmu.
Adanya simbol bahasa yang bersifat abstrak ini memungkinkan manusia untuk memikirkan sesuatu secara berlanjut. Demikian juga bahasa memberikan kemampuan untuk berfikir secara teratur dan sistematis. Taransformasi obyek faktual menjadi symbol abstrak yang diwujudkan lewat perbendaharaan kata-kata ini dirangkaian oleh tata bahasa untuk mengemukakan suatu jalan pemikiran atau ekspresi perasaan. Kedua aspek bahasa ini yakni aspek informative dan emotif keduanya tercermin dalam bahasa yang kita gunakan. Artinya, kalau kita berbicara maka pada hakikatnya informasi yang kita sampaikan mengandung unsur-unsur emotif, demikian juga kalau kita menyampaikan perasaan maka ekspresi itu mengandung unsur-unsur informatif. Seperti yang dicontohkan oleh Bertrand Russell, “musik dapat dianggap sebagai bentuk dari bahasa, di mana emosi terbebas dari informasi, sedangkan buku telepon memberikan kita informasi sama sekali tanpa emosi.
Jadi bahasa mengkomunikasikan tiga hal, yakni buah pikiran, perasaan, dan sikap. Menurut Kneler bahasa dalam kehidupan manusia mempunyai fungsi simbolik, emotif dan afektif. Fungsi simbolik dari bahasa menonjol dalam komunikasi ilmiah sedangkan fungsi emotif menonjol dalam komunikasi estetik. Dalam komunikasi ilmiah sebenarnya sebenarnya proses komunikasi itu harus terbebas dari unsure emotif ini, agar pesan yang disampaikan bisa diterima secara reproduktif, artinya identik dengan pesan yang dikirimkan.
4.    Kekurangan Bahasa
Sebagai sarana komunikasi ilmiah maka bahasa mempunyai beberapa kekurangan, yaitu:
1)    Memiliki kecenderungan emosional. Sebagaimana fungsi bahasa baik komunikasi emotif, afektif, dan simbolik. Dalam komunikasi ilmiah kita inginmempergunakan aspek simbolik saja dari ketiga fungsi tersebut tadi dimana kita ingin mengkomunikasikan informasi tanpa kaitan emotif dan afektif. Dalam kenyataanya hal ini tidak mungkin; bahasa verbal mau tidak mau tetap mengandung ketiga unsur yang bersifat emotif, afektif dan simbolik.
2)    Memiliki arti yang tidak jelas dan eksak. Sebuah kata kadang-kadang mempunyai lebih dari suatu arti yang berbeda, umpamanya kata ilusi dalam kamus Umum Bahasa Indonesia mempunyai arti sebagai berikut: ilusi: angan-angan; khayal; 1. Sesuatu yang memperdaya pikiran dengan memberikan kesan yang palsu ( seperti halnya dengan para pelancong di padang pasir yang melihat sebuah danau, yang sebenarnya tidak ada), 2. Suatu gagasan yang keliru; suatu kepercayaan yang tidak berdasar; keadaan pikiran yang memperdaya seseorang.
Di samping itu bahasa mempunyai beberapa kata yang memberikan arti yang sama. Umpamanya pengertian tentang “ usaha kerja sama yang terkoordinasi dalam mencapai suatu tujuan tertentu” dsebutkan sebagai administrasi, manajemen, pengelolaan dan tatlaksana. Sifat majemuk dari bahasa ini sering menimbulkan apa yang dinamakan kekacauan semantic, dimana dua orang yang berkumunikasi mempergunakan sebuah kata yang sama namun untuk pengertian yang berbeda, atau sebaliknya, mereka mempergunakan dua kata yang berbeda untuk sebuah pengertian yang sama
3)    Pembagian Bahasa
Bahasa dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu bahasa alami dan bahasa buatan. Bahasa alami adalah bahasa sehari-hari yang biasa digunakan untuk menyatakan sesuatu yang tumbuh atas dasar pengaruh alam sekelilingnya. Bahasa alami dapat dibagi menjadi bahasa isyarat dan bahasa biasa.
Bahasa isyarat dapat berlaku umum dapat pula berlaku khusus. Bahasa isyarat yang berlaku umum terlihat seperti mengangguk yang mengandung makna setuju, da menggeleng yang mengandung makna tidak setuju. Sedangkan bahasa buatan disusun sedemikian rupa berdasarkan pertimbangan akal pikiran untuk maksud tertentu. Kata dalam bahasa buatan disebut “istilah”, sedangkan arti yang dikandung “istilah” itu disebut konsep.
Perbedaan antara bahasa alami dan bahasa buatan adalah:
isi konseptual adala istilah tertentu lebih sewenang-wenang, sekehendak hati, sedangkan makna dari bahasa biasa lebih bersifat kebiasaan sehari-hari. Oleh karena itu makna tidak perlu didiskusikan
Di samping kita mengenal bahasa alami dan bahasa buatan di atas, kita juga mengenal bahasa ilmiah. Adapun yang dimaksud dengan bahasa ilmiah adalah bahasa buatan yang diciptakan olelh para ahli di bidangnya dengan menggunakan istilah-istilah.
5.    Pengertian Defenisi
Menurut Mundiri, Defenisi adalah pengetahuan yang dibutuhkan. Defenisi adalah kelompok karakteristik suatu kata sehingga dapat membedakan kata lain yang menunjukkan objek yang lain pula.
Menurut Noor Ms. Bakry, defenisi berasal dari bahasa latin, “definire” yang berarti menandai batas-batas sesuatu, menentukan batas, memberi ketentuan atau batasan arti. Jadi defenisi dapat diartikan sebagai penjelasan tentang apa yang dimaksudkan dengan sesuatu istilah.
Patokan membuat defenisi adalah:
1.    Defenisi tidak boleh lebih luas atau sempit dari konotasi kata yang didefenisikan.
Contoh: defenisi yang terlalu luas; perkutut adalah burung yang dapat terbang dengan cepat.
Defenisi yang terlalu sempit; Kursi adalah tempat dudujk yang terbuat dari kayu.
2.    Defenisi tidak boleh menggunakan penjelasan yang justru membingungkan
Contoh: sejarah adalah samudera pengalaman yang selalu bergelombang tidak ada putus-putusnya.
3.    Defenisi tidak boleh menggunakan bentuk negative
Contoh: benar adalah sesuatu yang tidak salah
 C. MATEMATIKA
Pengertian
Matematika adalah bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari pernyataan yang ingin kita sampaikan. Lambang matematika bersifat artificial ( buatan atau tidak alami) yang baru mempunyai arti setelah sebuah makna diberikan kepadanya. Tanpa itu maka matematika hannya merupakan kumpulan rumus-rumus mati. Matematika adalah ilmu tentang bilangan, hubungan antara bilangan, dan prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan.
1.    Matematikan sebagai sarana berpikir deduktif
Kita telah mengenal bahwa jumlah sudut dalam sebuah segitiga adalah 180 derajat. Pengetahuan ini mungkin saja kita dapat dengan jalan mengukur sudut-sudut dalam sebuah segitiga dan kemudian menjumlahkannya. Dipihak lain, pengetahuan ini bisa didapatkan secara deduktif dengan mempergunakan matematika. Seperti diketahui berpikir deduktif adalah proses pengambilan kesimpulan yang didasarkan kepada premis-premis yang kebenarannya telah dditentukan. Untuk menghitung jumlah sudut dalam segitiga tersebut kita mendasarkan kepada premis bahwa kalau terdapat dua garis sejajar maka sudut-sudut yang dibentuk kedua garis sejajar tersebut dengan garis ketiga adalah sama.
2.    Perkembangan Matematika
Griffits dan howson (1974)sebagaimana dikutip oleh Jujun S. Suamantri, membagi sejarah perkembangan matematika menjadi empat tahap. Tahap yang pertama dimulai dengan matematika yang berkembang pada peradaban Mesir Kuno dan daerah sekitarnya seperti Babylonia dan Mesopotamia. Waktu itu matematika telah dipergunakan dalam perdgangan, pertanian, bangunan dan usaha mengontrol alam seperti banjir. Tahap yang ke dua, matematika mendapatkan momentum baru dalam peradaban Yunani yang sangat memperhatikan aspek estetik dari matematika. Dapat dikatakan bahwa peradaban Yunani inilah yang meletakkan dasar matematika sebagai cara berfikir rasional dengan menetapkan berbagai langkah dan defenisi tertentu. kaum cendekiawan Yunani, terutama mereka yang kaya, mempunyai budak belian yang mengerjakan pekerjaan kasar termasuk hal-hal yang praktis seperti melakukan pengukuran. Dengan demikian maka kaum cendikiawan ini dapat memusatkan perhatiannya kepada aspek estetik dari matematika yang merupakan symbol status dari golongan atas waktu itu. Perkembangan selanjutnya matematika berkembang di timur sekitar tahun 1000 M. dimana bangsa Arab, India, dan Cina mengembangkan ilmu hitung dan aljabar. Tahap ke tiga gagasan-gagasan orang Yunani dan penemuan ilmu hitung dan al-Jabar itu dikaji kembali dalam zaman Renaissance yang meletakkan dasar bagi kemajuan matematika modern selanjutnya. Dan tahap ke empat matematika berkembang dengan pesat diujung abad 17 dan masa revolusi industry di abad ke -18.
3.    Peranan Matematika dalam ilmu pengetahuan
Bagi dunia keilmuwan matematika berperan sebagai bahasa simbolik yang memungkinkan terwujudnya komunikasi yang cermat dan tepat. Matematika dalam hubungannya dengan komunikasi ilmiah mempunyai peranan ganda, yakni sebagai ratu sekaligus pelayanan ilmu. Di satu pihak, sebaai ratu matematika merupakan bentuk tertinggi dari logika, sedangkan dilain pihak, sebagai pelayan matematika memberikan buka saja system pengorganisasian ilmu yang bersifat logis namun juga pernyataan-pernyataan dalam bentuk model matematika. Matematika bukan saja menyampaikan informasi secara jelas dan tepat namun juga singkat. Suatu rumus yang jika ditulis dengan bahasa verbal memerlukan kalimat yang banyak sekali, dimana makin banyak kata-kata yang dipergunakan maka makin besar pula peluang untuk terjadinya salah informasi dan salah interpretasi, maka dalam bahasa matematika cukup ditulis dengan model yang sederhana sekali. Matematika sebagai bahasa mempunyai ciri bersifat ekonomis dengan kata-kata. Matematika dapat dikatakan hamper sama tuanya dengan peradaban manusia itu sendiri.
Matematika merupakan bahasa artificial yang dikembangkan untuk menjawab kekurangan bahasa verbal yang bersifat alamiah. Untuk itu naka diperlukan usaha tertentu untuk menguasai matematika dalam bentuk kegiatan belajar. Matematika tanpa kita sadari memang bisa menjadi tujuan dan bukan alat itu sendiri, seperti pengamatan anak kecil itu yang menggerutu, “ dikiranya hannya angka-angka saja mereka bisa mengetahui”. Gejala ini kemungkinan besar disebabkan karena kita kurang mengetahui tentang hakikat yang sebenarnya dari matematika. Tulisan ilmiah umpanya lalu berubah menjadi kumpulan rumus dan tabel yang tidak berbicara apa. Hal ini mungkin disebabkan anggapan yang salah bahwa mutu suatu karya ilmiah ditentukan oleh banyaknya angka-angka dan bukan kerangka berfikir yang didukung oleh angka-angka tersebut.
Angka tidak bertujuan menggantikan kata-kata; pengukuran sekedar unsur dalam menjelaskan persoalan yang menjadi pokok analisis utama. Teknik matematika yang tinggi bukan merupakan penghalang untuk mengkomunikasikan pernyataan yang dikandungnya dalam kalimat-kalimat yang sederhana. Matematika merupakan sarana untuk mempermudah memahami suatu ungkapan ke dalam symbol, sehingga menghemat dari segi bahasa serta mudah dipahami. Matemaika merupakan suatu cara yang paling mudah dalam memformulasikan hipotesa keilmuwan. Matematika memiliki ciri utama sebagai metode dalam penalaran.
D.   STATISTIKA
Pengertian
a.    Statistika adalah logika berpikir secara induktif, yaitu penarikan kesimpulan setelah dihadapkan kepada sebuah permasalahan mengenai banyaknya kasus yang harus diamati sampai kepada suatu kesimpulan yang bersifat umum.
b.    Statistika adalah ilmu tentang cara mengumpulkan, menabulasi, menggolong-golongkan, menganalisis, dan mencari keterangan yang berarti dari data yang berupa angka.
c.    Statistika adalah pengetahuan yang berhubungan dengan pengumpulan data, penyelidikan dan kesimpulannya berdasarkan bukti, berupa catatan bilangan (angka-angka).
Hampir sama dengan logika matematika, statistika selain berupa angka-angka, ia juga merupakan bidang keilmuwan yang memberi arti pada lambang, formula dan teorema. Ia seperti tata buku, selain merupakan kumpulan berbagai prinsip dan metode, namun ia juga berarti rekening, neraca dan perhitungan pendapatan. Bidang keilmuwan statistika adalahsekumpulan metode untuk memperoleh dan menganalisa data dalam mengambil suatu kesimpulan. Perbedan antara matematika dan statistika terletak pada logika yang digunakan. Matematika menggunakan logika deduktif, sedangkan statistika menggunakan logika induktif.
Sejarah Perkembangan Statistika
            Peluang yang merupakan dasar dari teori statistika, merupakan konsep baru yang tidak dikenal dalam pemikiran Yunani Kuno, Romawi dan bahkan Eropa dalam abad pertengahan. Teori mengenai kombinasi bilangan sudah terdapat dalam al-Jabar yang dikembangkan sarjana Muslim namun bukan dalam lingkup teori peluang. Begitu dasar-dasar peluang ini dirumuskan maka dengan cepat bidang telaahan ini berkembang.
            Konsep statistika sering dikaitkan dengan distribusi variable yang ditelaah dalam suatu populasi tertentu. Abraham Demoivre ( 1667-1754) mengembangkan teori galat atau kekeliruan. Pada tahun 1757 Thomas Simpson menyimpulkan bahwa terdapat suatu distribusi yang berlanjut dari suatu suatu variable dalam suatu frekuensi yang banyak. Pierre Simon de Laplace (1749-1827) mengembangkan konsep Demoivre dan Simpson ini lebih lanjut dan menemukan distribusi normal; sebuah konsep yang mungkin paling umum dan paling banyak dipergunakan dalam analisis statistika di samping teori peluang. Statistika yang relative sangat muda dibandingkan dengan matematika, berkembang dengan sangat cepat terutama dalam dasawarsa lima puluh tahun belakangan. Penelitian ilmiah, baik yang berupa survai maupun eksprimen, dilakukan dengan cermat dan teliti mempergunakan teknik-teknik statistika yang diperkembangkan sesuai dengan kebutuhan.
 
Peranan Statistika dalam pengembangan ilmu pengetahuan
            Statistika merupakan pengembangan dari matematika. Data dengan jumlah ribuan akan dengan mudah dibaca kalau sudah mempergunakan ilmu Statistika. Statistika memiliki ciri khas pengambilan kesimpulan dengan cara induktif. Pengambilan kesimpulan secara induktif menghadapkan kita kepada sebuah permasalahan mengenai banyaknya kasus yang harus kita amati sampai kepada suatu kesimpulan yang bersifat umum. Logika statistika disebut juyga logika induktif yang tidak memberikan kepastian namun memberi tingkat peluang bahwa untuk premis-premis tertentu dapat ditarik suatu kesimpulan, dan kesimpulannya mungkin benar, mungkin juga salah. Langkah yang ditempuh dalam logika induktif ini adalah:
1)    Observasi dan eksprimen
2)    Munculnya hipotesis ilmiah
3)    Verifikasi dan pengukuhan yang berakhir pada hasil sebuah teori dan hukum ilmiah.
            Statistika sebuah ilmu sudah banyak dipergunakan oleh berbagai instansi untuk kepentingan pelayanan. Berbagai sensus dan survai tidak dapat dilanjutkan dan diketahui hasilnya jika data yang telah terkumpul tidak diolah dengan kajian statistika. Dengan mempergunakan statistika kita dapat menghemat tenaga dan biaya. Misalnya, untuk mengetahui tinggi badan rata-rata umur 10 tahun anak Indonesia, seseorang tidak perlu mengukur semua manusia dengan umur yang sama dari Sabang sampai Meraike. Ia cukup melakukan pengukuran terhadap sebagian anak saja yang dijadikan sampel. Tentu saja penarikan kesimpulan ini didasarkan atas jumlah sampel yang diambil dengan model tertentu dari jumlah populasi yang ada. Kesimpulan yang dihasilkan dari pengukuran tinggi badan anak Indonesia, tentu saja tidak seteliti kesimpulan yang dihasilkan berdasarkan sensus.
            Statistika mampu memberikan secara kuantitatif tingkat ketelitian dari kesimpulan yang ditarik tersebut, yang pada pokoknya didasarkan pada asas yang sangat sederhana, yakni makin besar contoh yang diambil maka makin tinggi pula tingkat ketelitian kesimpulan tersebut. Sebaliknya semakin sedikit contoh yang diambil maka makin rendah pula tingkat ketelitiannya. Statistika juga memberikan kemampuan kepada kita untuk mengetahui apakah suatu hubungan kausalitas antara dua faktor atau lebih bersifat kebetulan atau memang benar-benar terkait dalam suatu hubungan yang bersifat empiris. Umpamanya saja kita melakukan pemupukkan terhadap sejumlah rumpun padi. Berdasarkan teori yang hipotesisnya sedang kita kaji maka secara logis batang padi yang dipupuk seharusnya bertambah tinggi. Namun bila kita teliti batang padi yang tidak dipupuk maka mungkin saja beberapa batang di antaranya juga akan bertambah tinggi disebabkan oleh hal-hal di luar pemupukan tersebut. Hal ini bisa disebabkan oleh kesuburan tanah yang ditumbuhi batang tersebut agak berlainan dengan tanah di sekitarnya, atau mungkin juga batang padi tersebut mempunyai karakteristik genetic tersendiri meskipun berasal dari species yang sama dengan rumpun padi lainnya, atau mungkin juga disebabkan berbagai-bagai hal lainnya yang berada di luar hubungan kausalitas antara tinggi batang padi dan pemupukan. Jadi dalam hal ini statistika berfungsi meningkatkan ketelitian pengamatan kita dalam menarik kesimpulan dengan jalan menghindarkan hubungan semu yang bersifat kebetulan.
Penarikan kesimpulan secara statistik memungkinkan kita untuk melakukan kegiatan ilmiah secara ekonomis, dimana tanpa statistika hal ini tidak mungkin dapat dilakukan. Ilmu ini memungkinkan kita untuk menarik kesimpulan secara induktif. Logika induktif tidak memberikan kepastian namun sekedar tingkat peluang bahwa untuk premis-premis tertentu dapat ditarik. Jika selama bulan Oktober dalam beberapa tahun yang lalu hujan selalu turun, maka kita tidak bisa memastikan bahwa selama bulan Oktober tahun ini juga akan turu hujan. Kesimpulan yang dapat kita tarik dalam hal ini hannyalah pengetahuan mengenai tingkat peluang untuk hujan dalam tahun ini juga akan turun.
Statistika merupakan sarana berpikir yang diperlukan untuk memproses pengetahuan secara ilmiah. Sebagai bagian dari perangkat metode ilmiah maka statistika membantu kita untuk melakukan generalisasi dan menyimpulkan karakteristik suatu kejadian secara lebih pasti dan bukan terjadi secara kebetulan. Sekiranya terdapat seorang gila dalam sepuluh orang yang kebetulan berkumpul bersama-sama, maka berdasarkan akal sehat kemungkinan besar yang seorang itulah yang akan disebut orang gila.

KESIMPULAN
1.    Logika merupakan proses berfikir yang membuahkan pengetahuan dan mempunyai dasar kebenaran sehingga bisa ditarik kesimpulan dari kebenaran tersebut
2.    Bahasa merupakan sarana berfikir ilmiah karena memiliki peranan yang amat luas. Ia menjadi sarana komunikasi emosi, afeksi dan sekaligus simbolik sehunggan keteraturan dalam pengungkapan perkataan menjadi terarah dan menjadi alat komunikasi.
3.    Matematika merupakan penyampaian makna melalui simbol atau lambang. Matematika mengembangkan bahasa numeric yang menafikan unsur emosi, kabur dan majemuk seperti yang terdapat dalam bahasa. Melalui unsur ini, manusia dapat melakukan pengukuran secara kuantitatif yang ini tidak diperoleh dalam bahasa yang selalu memberi kemungkinan menggunakan perasaan yang bersifat kualitatif.
4.    Statistika. Masih bagian dari matematika, namun di dalam aplikasi berbeda dengan matematika. Statistika memberikan kesimpulan secara tidak pasti, bisa jadi benar atau bisa jadi salah. Statistika merupakan kumpulan pengetahuan yang memungkinkan seseorang untuk menghitung tingkat peluang dengan eksak. Ia juga dapat berguna bagi penarikan kesimpulan yang bersifat umum dengan jalan mengamati hannya sebagian dari populasi.






DAFTAR PUSTAKA
Dali S, Naga. 1980. Berhitung: Sejarah dan Perkembangannya. Jakarta: Gramedia.
Departemen Pendidikan Nasional. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Cecep, Sumarna. 2004. Filsafat Ilmu; dari hakikat menuju nilai. Bandung: Pustaka Bani Quraisy
Suriasumantri, Jujun S.  1990. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Bakry.  Noor Ms. 1996.  Sarana Berfikir Ilmiah dalam Filsafat Ilmu sebagai Dasar Pengembangan Ilmu Pengetahuan, Yogyakarta: Liberty.







0 komentar:

Posting Komentar