ALIRAN PRAGMATISME



ALIRAN PRAGMATISME


(disusun untuk memenuhi tugas perkuliahan Filsafat Ilmu dan dipresentasikan pada hari Senin, 16 Desember 2013)


Oleh
CHAYA PEBIYANA
06032681318062




Dosen Pengampu :
1.      Prof. Mulyadi Eko Purnomo,M.Pd
2.      Dr. Riswan Jaenuddin, M.Pd



PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNOLOGI PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2013

ALIRAN PRAGMATISME


PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Kata pragmatisme sering kali di ucapkan orang. Orang-orang menyebutkan kata itu biasanya dalam pengertian praktis. Jika orang berkata, “Rancangan ini kurang pragmatis,” maka maksudnya adalah rancangan itu kurang praktis. Pengertian itu tidak terlalu jauh dari pengertian pragmatisme yang sebenarnya, tetapi belum menggambarkan keseluruhan pragmatisme (Tafsir Ahmad, 1992 Filsafat Umum. Bandung: PT Remaja Rosdakarya:166).
Pragmatisme meletakkan pemakaian mengenai sesuatu di atas pengetahuan itu sendiri. Maka dari itu utilitas (kegunaan) beserta kemampuan perwujudan nyata adalah hal-hal yang mempunyai kedudukan utama di sekitar pengetahuan mengenai sesuatu itu. Pragmatisme memandang realita sebagai suatu progres dalam waktu, yang berarti orang yang mengetahui mempunyai peranan untuk menciptakan atau mengembangkan ha-hal yang diketahui. Ini berarti bahwa tindakan yang dilakukan oleh orang yang memiliki pengetahuan tersebut dapat menjadi unsur penentu untuk mengembangkan pengetahuan itu pula (Barnadib Imam,1994 Filsafat Pendidikan. Yogyakarta: Andi Offset: 23).
Filsafat berusaha untuk menggandakan penyelidikan mengenai hakekat dari segala sesuatu. Hal ini berarti bahwa filsafat berusaha mempelajari mana yang paling utama dari segala sesuatu itu. Disamping itu sepanjang zaman, menyesuaikan dan mengikuti perkembangan dan tuntutan keadaan. Oleh karena itu manusia dapat mengenal dirinya sendiri untuk menjunjukan bahwa segala sesuatu itu harus memperhatikan fungsi atau keguanaannya.


B.     Rumusan Masalah
Dalam makalah ini akan dibahas mengenai :
1.      Apa pengertian pragmatisme?
2.      Siapa saja tokoh filsafat pragmatisme?
3.      Bagaimana implikasi pragmatisme dalam pendidikan?

C.    Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah:
1.      Mengetahui arti pragmatisme.
2.      Mengetahui tokoh-tokoh filsafat pragmatisme.
3.      Mengetahui implikasi pragmatisme dalam pendidikan.











PEMBAHASAN
1.      Pengertian Pragmatisme
Kata pragmatisme diambil dari kata prgma (bahasa Yunani) yang berarti tindakan, perbuatan (Encyclopedia Amerika, 15:683). Pragmatisme mula-mula diperkenalkan oleh Charles Sanders Pierce (1839-1914), filosof Amerika yang pertama kali menggunakan pragmatisme sebagai metode filsafat (Stroh, 1968), tetapi pengertian pragmatisme telah terdapat juga pada Socrates, Aristoteles, Berkeley dan Hume. Bila pragmatisme disangkutkan dengan empirisme – kiranya sangkutan itu memang besar – maka sejarah pragmatisme berarti tersebar pada banyak filosof besar lainnya, satu diantaranya tentu saja John Locke. Selain itu tidak mudah membedakan pragmatisme dengan utilitarianisme. Karena kedua isme ini sama-sama menekan kegunaan, maka pengusutan pengertian pragmatisme seharusnya kembali kepada John Stuart Mill (1806-1873), anak tokoh besar James Mill. Orang terakhir ini adalah kawan dekat Jeremy Bentham, seorang utilitariansis (Tafsir Ahmad, 1992 Filsafat Umum. Bandung: PT Remaja Rosdakarya:166).
Pragmatisme adalah aliran filsafat yang mengajarkan bahwa yang benar adalah segala sesuatu yang membuktikan dirinya sebagai benar dengan melihat kepada akibat-akibat atau hasilnya yang bermanfaat secara praktis (Harun Hadiwijono. 1980. Sari Sejarah Filsafat Barat 2. Yogyakarta: Kanisius. 130-131.).Dengan demikian, bukan kebenaran objektif dari pengetahuan yang penting melainkan bagaimana kegunaan praktis dari pengetahuan kepada individu-individu (Adi Armin. 2003. Richard Rorty. Jakarta:Teraju. 20-28, 96.)
Dasar dari pragmatisme adalah logika pengamatan, di mana apa yang ditampilkan pada manusia dalam dunia nyata merupakan fakta-fakta individual, konkret, dan terpisah satu sama lain. Dunia ditampilkan apa adanya dan perbedaan diterima begitu saja. Representasi realitas yang muncul di pikiran manusia selalu bersifat pribadi dan bukan merupakan fakta-fakta umum. Ide menjadi benar ketika memiliki fungsi pelayanan dan kegunaan. Dengan demikian, filsafat pragmatisme tidak mau direpotkan dengan pertanyaan-pertanyaan seputar kebenaran, terlebih yang bersifat metafisik, sebagaimana yang dilakukan oleh kebanyakan filsafat Barat di dalam sejarah (Adi Armin. 2003. Richard Rorty. Jakarta:Teraju. 20-28, 96.)
Jadi Pragmatisme adalah aliran dalam filsafat yang berpandangan bahwa kriteria kebenaran sesuatu ialah, apakah sesuatu itu memiliki kegunaan bagi kehidupan nyata. Oleh sebab itu kebenaran sifatnya menjadi relatif tidak mutlak. Mungkin sesuatu konsep atau peraturan sama sekali tidak memberikan kegunaan bagi masyarakat tertentu, tetapi terbukti berguna bagi masyarakat yang lain. Maka konsep itu dinyatakan benar oleh masyarakat yang kedua. Pragmatisme dalam perkembangannya mengalami perbedaan kesimpulan walaupun berangkat dari gagasan asal yang sama. Kendati demikian, ada tiga patokan yang disetujui aliran pragmatisme yaitu, (1) menolak segala intelektualisme, dan (2) absolutisme, serta (3) meremehkan logika formal.

2.      Tokoh-tokoh Filsafat Pragmatisme
1)      Charles Sandre Peirce ( 1839 M )
Dalam konsepnya ia menyatakan bahwa, sesuatu dikatakan berpengaruh bila memang memuat hasil yang praktis. Pada kesempatan yang lain ia juga menyatakan bahwa, pragmatisme sebenarnya bukan suatu filsafat, bukan metafisika, dan bukan teori kebenaran, melainkan suatu teknik untuk membantu manusia dalam memecahkan masalah (Ismaun, 2004:96). Dari kedua pernyataan itu tampaknya Pierce ingin menegaskan bahwa, pragmatisme tidak hanya sekedar ilmu yang bersifat teori dan dipelajari hanya untuk berfilsafat serta mencari kebenaran belaka, juga bukan metafisika karena tidak pernah memikirkan hakekat dibalik realitas, tetapi konsep pragmatisme lebih cenderung pada tataran ilmu praktis untuk membantu menyelesaikan persoalan yang dihadapi manusia.
2)      William James (1842-1910 M)
William James lahir di New York pada tahun 1842 M, anak Henry James, Sr. ayahnya adalah orang yang terkenal, berkebudayaan tinggi, pemikir yang kreatif. Selain kaya, keluarganya memang dibekali dengan kemampuan intelektual yang tinggi. Keluarganya juga menerapkan humanisme dalam kehidupan serta mengembangkannya. Ayah James rajin mempelajari manusia dan agama. Pokoknya, kehidupan James penuh dengan masa belajar yang dibarengi dengan usaha kreatif untuk menjawab berbagai masalah yang berkenaan dengan kehidupan.
Karya-karyanya antara lain, The Principles of Psychology (1890), The Will to Believe (1897), The Varietes of Religious Experience (1902) dan Pragmatism (1907). Di dalam bukunya The Meaning of Truth, Arti Kebenaran, James mengemukakan bahwa tiada kebenaran yang mutlak, yang berlaku umum, yang bersifat tetap, yang berdiri sendiri dan terlepas dari segala akal yang mengenal. Sebab pengalaman kita berjalan terus dan segala yang kita anggap benar dalam pengembangan itu senantiasa berubah, karena di dalam prakteknya apa yang kita anggap benar dapat dikoreksi oleh pengalaman berikutnya. Oleh karena itu, tidak ada kebenaran mutlak, yang ada adalah kebenaran-kebenaran (artinya, dalam bentuk jamak) yaitu apa yang benar dalam pengalaman-pengalaman khusus yang setiap kali dapat diubah oleh pengalaman berikutnya.
Nilai pengalaman dalam pragmatisme tergantung pada akibatnya, kepada kerjanya artinya tergantung keberhasilan dari perbuatan yang disiapkan oleh pertimbangan itu. Pertimbangan itu benar jikalau bermanfaat bagi pelakunya, jika memperkaya hidup serta kemungkinan-kemungkinan hidup.
Di dalam bukunya, The Varietes of Religious Experience atau keanekaragaman pengalaman keagamaan, James mengemukakan bahwa gejala keagamaan itu berasal dari kebutuhan-kebutuhan perorangan yang tidak disadari, yang mengungkapkan diri di dalam kesadaran dengan cara yang berlainan. Barangkali di dalam bawah sadar kita, kita menjumpai suatu relitas cosmis yang lebih tinggi tetapi hanya sebuah kemungkinan saja. Sebab tiada sesuatu yang dapat meneguhkan hal itu secara mutlak. Bagi orang perorangan, kepercayaan terhadap suatu realitas cosmis yang lebih tinggi merupakan nilai subjektif yang relatif, sepanjang kepercayaan itu memberikan kepercayaan penghiburan rohani, penguatan keberanian hidup, perasaan damain keamanan dan kasih kepada sesama dan lain-lain.
James membawakan pragmatisme. Isme ini diturunkan kepada Dewey yang mempraktekkannya dalam pendidikan. Pendidikan menghasilkan orang Amerika sekarang. Dengan kata lain, orang yang paling bertanggung jawab terhadap generasi Amerika sekarang adalah William James dan John Dewey. Apa yang paling merusak dari filsafat mereka itu? Satu saja yang kita sebut: Pandangan bahwa tidak ada hukum moral umum, tidak ada kebenaran umum, semua kebenaran belum final. Ini berakibat subyektivisme, individualisme, dan dua ini saja sudah cukup untuk mengguncangkan kehidupan, mengancam kemanusiaan, bahkan manusianya itu sendiri.

3)      John Dewey (1859-1952 M)
Sekalipun Dewey bekerja terlepas dari William James, namun menghasilkan pemikiran yang menampakkan persamaan dengan gagasan James. Dewey adalah seorang yang pragmatis. Menurutnya, filsafat bertujuan untuk memperbaiki kehidupan manusia serta lingkungannya atau mengatur kehidupan manusia serta aktifitasnnya untuk memenuhi kebutuhan manusiawi. Sebagai pengikut pragmatisme, John Dewey menyatakan bahwa tugas filsafat adalah memberikan pengarahan bagi perbuatan nyata. Filsafat tidak boleh larut dalam pemikiran-pemikiran metafisis yang kurang praktis, tidak ada faedahnya.
Dewey lebih suka menyebut sistemnya dengan istilah instrumentalisme. Pengalaman adalah salah satu kunci dalam filsafat instrumentalisme. Oleh karena itu filsafat harus berpijak pada pengalaman dan mengolahnya secara aktif-kritis. Dengan demikian, filsafat akan dapat menyusun sistem norma-norma dan nilai-nilai.
Instrumentalisme ialah suatu usaha untuk menyusun suatu teori yang logis dan tepat dari konsep-konsep, pertimbangan-pertimbangan, penyimpulan-penyimpulan dalam bentuknya yang bermacam-macam itu dengan cara utama menyelidiki bagaimana pikiran-pikiran itu dengan cara utama menyelidiki bagaimana pikiran-pikiran itu berfungsi dala penemuan-penemuan yang berdasarkan pengalaman yang mengenai konsekuensi-konsekuensi di masa depan.
Menurut Dewey, kita ini hidup dalam dunia yang belum selesai penciptaannya. Sikap Dewey dapat dipahami dengan sebaik-baiknya dengan meneliti tiga aspek dari yang kita namakan instrumentalisme. Pertama, kata “temporalisme” yang berarti bahwa ada gerak dan kemajuan nyata dalam waktu. Kedua, kata futurisme, mendorong kita untuk melihat hari esok dan tidak pada hari kemarin. Ketiga, milionarisme, berarti bahwa dunia dapat diubah lebih baik dengan tenaga kita.

3.      Implikasi Terhadap Pendidikan
a.       Tujuan Pendidikan
Filsuf paragmatisme berpendapat bahwa pendidikan harus mengajarkan seseorang tentang bagaimana berfikir dan menyesuaikan diri terhadap perubahan yang terjadi di dalam masyarakat. Sekolah harus bertujuan untuk mengembangkan pengalaman-pengalaman yang akan memungkinkan seseorang terarah kepada kehidupan yang baik.
  Tujuan-tujuan pendidikan tersebut meliputi:
·         Kesehatan yang baik
·         Keterampilan-keterampilan dan kejujuran dalam bekerja
·         Minat dan hobi untuk kehidupan yag menyenangkan
·         Persiapan untuk menjadi orang tua
·         Kemampuan untuk bertransaksi secara efektif dengan masalah-masalah sosial.
Tambahan tujuan khusus pendidikan di atas yaitu untuk pemahaman tentang pentingnya demokrasi. Menurut pragmatisme pendidikan hendaknya bertujuan menyediakan pengalaman untuk menemukan/memecahkan hal-hal baru dalam kehidupan peribadi dan kehidupan sosial.

b.      Kurikulum
Menurut para filsuf paragmatisme, tradisi demokrasi adalah tradisi memperbaiki diri sendiri (a self-correcting trdition). Pendidikan berfokus pada kehidupan yang aik pada masa sekarang dan masa yang akan datang. Kurikilum pendidikan pragmatisme “berisi pengalaman-pengalaman yang telah teruji, yang sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa. Adapun kurikulum tersebut akan berubah.

c.       Metode Pendidikan
Ajaran pragmatisme lebih mengutamakan penggunaan metode pemecahan masalah (problem solving method) serta metode penyelidikan dan penemuan (inquiri and discovery method). Dalam praktiknya (mengajar), metode ini membutuhkan guru yang memiliki sifat pemberi kesempatan, bersahabat, seorang pembimbing, berpandangan terbuka, antusias, kreatif, sadar bermasyarakat, siap siaga, sabar, bekerjasama, dan bersungguh-sungguh agar belajar berdasarkan pengalaman dapat diaplikasikan oleh siswa dan apa yang dicita-citakan dapat tercapai.

d.      Peranan Guru dan Siswa
Dalam pembelajaran, peranan guru bukan “menuangkan” pengetahuanya kepada siswa. Setiap apa yang dipelajari oleh siswa haruslah sesuai dengan kebutuhan, minat dan masalah pribadinya. Pragmatisme menghendaki agar siswa dalam menghadapi suatu pemasalahan, hendaknya dapat merekonstruksi lingkungan untuk memecahkan kebutuhan yang dirasakannya.
Untuk membantu, siswa guru harus berperan:
·         Menyediakan berbagai pengalaman yang akan memuculkan motivasi. Film-film, catatan-catatan, dan tamu ahli merupakan contoh-contoh aktivitas yang dirancang untuk memunculkan minat siswa.
·         Membimbing siswa untuk merumuskan batasan masalah secara spesifik.
·         Membimbing merencanakan tujuan-tujuan individual dan kelompok dalam kelas guna memecahkan suatu masalah.
·         Membantu para siswa dalam mengumpulkan informasi berkenaan dengan masalah.
·         Bersama-sama kelas mengevaluasi apa yang telah dipelajari, bagaimana mereka mempelajarinya, dan informasi baru yang ditemukan oleh setiap siswa.
Edward J. Power (1982) menyimpulkan pandangan pragmatisme bahwa “Siswa merupakan organisme rumit yang mempunyai kemampuan luar biasa untuk tumbuh, sedangkan guru berperan untuk memimpin dan membimbing pengalaman belajar tanpa ikut campur terlalu jauh atas minat dan kebutuhan siswa”.
Callahan dan Clark menyimpulkan bahwa orientasi pendidikan pragmatisme adalah progresivisme. Artinya, pendidikan pragmatisme menolak segala bentuk formalisme yang berlebihan dan membosankan dari pendidikan sekolah yang tradisional. Anti terhadap otoritarianisme dan absolutisme dalam berbagai bidang kehidupan.




PENUTUP
KESIMPULAN

1.      Pragmatisme berasal dari kata pragma (bahasa Yunani) yang berarti tindakan, perbuatan. Pragmatisme adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa yang benar apa yang membuktikan dirinya sebagai benar dengan perantaraan akibat-akibatnya yang bermanfaat secara praktis.
2.      Filosuf yang terkenal sebagai tokoh filsafat pragmatisme adalah William James dan John Dewey.
3.      Pragmatisme memandang bahwa siswa merupakan organisme rumit yang mempunyai kemampuan luar biasa untuk tumbuh, sedangkan guru berperan untuk memimpin dan membimbing pengalaman belajar tanpa ikut campur terlalu jauh atas minat dan kebutuhan siswa.


DAFTAR PUSTAKA

Tafsir Ahmad, 1992 Filsafat Umum. PT Remaja Rosdakarya : Bandung.

Barnadib Imam,1994 Filsafat Pendidikan. Andi Offset: Yogyakarta.

Mulyana, Deddy , DR., M.A. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT Remaja Rosdakarya : Bandung

Juhaya S. Praja, Prof., Dr. 2003. Aliran-aliran Filsafat dan Etika Prenada Media: Jakarta.

Mudzakir, Drs., dkk..1997. Filsafat Umum. CV. Pustaka Setia: Bandung.

Munir, Misnal, Drs., M.Hum., dkk. 2006 Filsafat Ilmu. Pustaka Pelajar : Yogyakarta.
http://id.wikipedia.org/wiki/Filsafat

0 komentar:

Posting Komentar