SOAL DAN JAWABAN UJIAN MID SEMESTER GANJIL 2013/2014
(disusun untuk memenuhi tugas perkuliahan
Dasar-dasar Teknologi Pendidikan, 11 November 2013)
Oleh
CHAYA
PEBIYANA
06032681318062
Dosen
Pengampu:
1. Prof.Dr.H.Fuad
Abd.Rachman, M.Pd
2. Dr.
L.R.Retno Susanti M.Hum
PROGRAM
STUDI MAGISTER TEKNOLOGI PENDIDIKAN
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
SRIWIJAYA
2013
UJIAN MID SEMESTER GANJIL 2013/2014
PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNOLOGI
PENDIDIKAN
FKIP SARJANA UNIVERSITAS SRIWIJAYA
1. Coba
anda jelaskan keterkaitan/hubungan dan perbedaan antara:
a. Pendidikan
dan teknologi pendidikan
Jawab:
Dalam
UU Sisdiknas istilah “Pendidikan” diartikan sebagai “Usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya. Dalam ketentuan perundangan lebih lanjut,
yaitu PP No. 19 Tahun 2005, ditentukan bahwa semua pendidik harus memiliki
kwalifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani
dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan
nasional. Untuk itu, guru sebagai agen pembelajaran dituntut untuk mampu
menyelenggarakan proses pembelajaran dengan sebaik-baiknya, dalam rangka
pembangunan pendidikan. Guru mempunyai fungsi dan peran yang sangat strategis
dalam pembangunan bidang pendidikan, dan oleh karena itu perlu dikembangkan
sebagai profesi yang bermartabat. Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang guru
dan Dosen Pasal 4 menyiratkan bahwa guru sebagai agen pembelajaran berfungsi untuk
meningkatkan mutu pendidikan nasional. Untuk dapat melaksanakan fungsinya
dengan baik, guru wajib untuk memiliki syarat tertentu, salah satu diantaranya
adalah kompetensi. Syarat kompetensi ditinjau dari perspektif administrative
ditujukan dengan adanya sertifikat (Miarso, 2010:2)
Teknologi
Pendidikan adalah memecahkan masalah belajar dan bekerja sebagai proses, adapun
proses itu sendiri merupakan kegiatan yang tidak berawal dan tidak berakhir,
ini menyatakan bahwa pemecahan masalah tersebut tercemin dalam rumusan sumber
belajar (learning resorces) yang dikaji secara ilmiah melalui prosedur
pengembangan (Development functions) dan dikelola dengan baik agar mudah
dimanfaatkan atau diakses oleh peserta didik (Prawiradilaga, 2012:28)
Jadi keterkaitan antara
pendidikan dan teknologi pendidikan adalah: Usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memecahkan masalah belajar dengan
memanfaatkan sumber belajar atau mengakses sesuai dengan kebutuhan dari peserta
didik.
b. Teknologi
pendidikan dan Teknologi Pembelajaran
Jawab:
Teknologi
Pendidikan adalah memecahkan masalah belajar dan bekerja sebagai proses, adapun
proses itu sendiri merupakan kegiatan yang tidak berawal dan tidak berakhir,
ini menyatakan bahwa pemecahan masalah tersebut tercemin dalam rumusan sumber
belajar (learning resorces) yang dikaji secara ilmiah melalui prosedur
pengembangan (Development functions) dan dikelola dengan baik agar mudah dimanfaatkan
atau diakses oleh peserta didik (Prawiradilaga, 2012:28)
Teknologi
pembelajaran (instructional technology) merupakan suatu bidang kajian khusus
(spesialisasi) ilmu pendidikan dengan obyek formal ”belajar” pada manusia
secara pribadi atau yang tergabung dalam suatu organisasi. Belajar tidak hanya
berlangsung dalam lingkup persekolahan (lembaga pendidikan) ataupun pelatihan,
melainkan juga pada organisasi misalnya keluarga, masyarakat, dunia usaha,
bahkan pemerintahan. Belajar tidak hanya dilakukan oleh dan untuk individu,
melainkan oleh dan untuk kelompok, bahkan oleh organisasi secara keseluruhan.
Belajar itu ada di mana saja, kapan saja dan pada siapa saja, mengenai apa
saja, dengan cara dan sumber apa saja yang sesuai dengan kondisi dan keperluan
atau kebutuhan oleh karena itu teknologi pembelajaran berupaya untuk memacu
(merangsang) dan memicu (menumbuhkan) belajar. Maksudnya menekankan pada hasil
belajar dan menjelaskan bahwa belajar adalah tujuannya dan pembelajaran adalah
sarana untuk mencapai tujuan tersebut (Miarso, 2004:193-194).
Jadi hubungan antara
teknologi pendidikan dengan teknologi pembelajaran adalah proses pemecahan
masalah belajar melalui sumber belajar serta penggunaan teknologi dalam bidang
kajian khusus ilmu pendidikan melalui
pendidikan formal, informal serta non formal, berlandaskan pada serangkaian
prinsip dan menggunakan berbagai macam pendekatan untuk mencapai tujuan
peningkatan hasil belajar peserta didik.
perbedaan keduanya jelas
terlihat mulai dari definisi, kawasan kajian, dan ruang lingkup keduanya.
Sedangkan hubungan keduanya adalah keterkaitan antar teknologi pembelajaran
dengan teknologi pendidikan. Mengingat teknologi pembelajaran adalah bagian
dari teknologi pendidikan itu sendiri.
c. Teknologi
pendidikan dan teknologi dalam Pendidikan
Jawab:
Hubungan antara teknologi
pendidikan dan teknologi dalam pendidikan yaitu cara mencari dan
mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi dalam belajar kemudian dicarikan
pemecahannya melalui aplikasi Teknologi Informasi yang sesuai. Upaya pemecahan
permasalahan pendidikan terutama masalah yang berhubungan dengan kualitas
pembelajaran, dapat ditempuh dengan cara penggunaan berbagai sumber belajar dan
penggunaan media pembelajaran yang berfungsi sebagai alat bantu dalam
meningkatkan hasil belajar peserta didik.
Perbedaan Teknologi
pendidikan dan teknologi dalam Pendidikan
keduanya sangat signifikan.
Jika teknologi lebih pada alat aatu media yang digunakan, maka teknologi
pendidikan merupakan ilmu yang mempelajari desain, pengembangan, pemanfaatan,
pengelolaan, penilaian, dan proses, sumber, dan sistem dalam belajar.
2. Coba
anda jelaskan tentang
a. Sejarah
perkembangan teknologi pendidikan
Jawab: (Prawiradilaga, 2012:33-61)
Tahun 1960 Teknologi pendidikan menjadi salah satu kajian yang banyak menjadi
perhatian dilingkungan ahli pendidikan, teknologi pendidikan merupakan
kelanjutan perkembangan dari kajian-kajian tentnag penggunaan audio visual dan
program belajar dalam penyelenggaraan pendidikan.
Tahun 1963 Di tahun
1963 teknologi pendidikan digambarkan bukan hanya sebagai sebuah media. Hal ini
merupakan suatu hal yang berangkat dari pandangan “tradisional” terhadap
teknologi pendidikan Perubahan disini yang mencerminkan bahwa, bagaimana
lingkungan dan kemajuan zaman dapat mengubah sebuah definisi dan praktek dari
teknologi pendidikan.
Inti
dari teknologi pendidikan yaitu meteri ajar yang disampaikan oleh pengajar
kepeserta didik. Dalam hal ini, belajara dan kemampuan yang dimiliki oleh
peserta didik tergantung dari materi tersebut.
Tahun 1970 Tahun
1970-an yang dikeluarkan oleh Komisi Pengawas Teknologi Pendidikan. Komisi
pengawas ini dibentuk dan dibiayai oleh pemerintah Amerika Serikat untuk
menguji permasalahan dan manfaat potensial yang berhubungan dengan teknologi
pendidikan di sekolah-sekolah.
Tahun 1972 Teknologi pendidikan sebagai bidang garapan
yang terlibat dalam penyiapan fasilitas belajar (manusia)melalui penelusuran,
pengembangan, organisasi, dan pemanfaatan sistematis seluruh sumber belajar.
Tahun 1977 Teknologi Pendidikan adalah proses kompleks yang
terintegerasi meliputi orang, prosedur, gagasan, sarana dan organisasi untuk menganalisa
masalah dan merancang. Melaksanakan, menilai dan mengelola pemecahan masalah
dalam segala aspek belajar manusia.
Tahun 1994 AECT 1994 pengembangan
teknologi pembelajaran, melalui penelitian dan penerapan sehari-hari disekolah,
sumber belajar digunakan untuk mendukung proses belajar dan sumber berbasis
teknologi.
Tahun 2004 Selang sepuluh tahun kemudian, AECT (Documen
#MM 4. 0, June 1, 2004:3), serta menurut referensi dari januszewski dan Molenda
(2008, hal.2) kembali meluncurkan definisi terbarunya “Education technology
is the study and ethical practice of facilitating learning and improving
performance by creating, using, and managing appropriate technological
processes and resources”. Secara ringkas, definisi 2004 mengandung
keistimewaan sebagai berikut: Belajar dan kinerja, Proses teknologis dan sumber
(Technological processes and Resources), Mengindahkan etika dan
estetika. Dalam rumusan ini tetap merujuk pada proses belajar serta peningkatan
kinerja sebagai titik tolak ilmu kegiatan dan profesi.
Tahun 2011 Gentry (dalam Anglin, 2011, edisi ketiga)
merumuskan teknologi pendidikan, sebagai The combination of instructional,
learning, developmental, managerial, and othertechnologies as applied to the
solution of educational problems. Getry tidak menyebutkan belajar sebagai
inti dari teknologi pendidikan, ia menyebutkan secara tersirat karena konteks
teknologi pembelajaran ada di dalam teknologi pendidikan.
b. Landasan
filsafah teknologi pendidikan
Jawab:
Dalam falsafah ilmu, setiap
pengetahuan mempunyai 3 komponen yang merupakan tiang penyangga tubuh yang
didukungnya yaitu Ontologi (apa) yaitu rumusan gejala pengamatan pada
suatu objek telaah, yang tidak digarap bidang telaah lain, Epistemiologi
(bagaimana) yaitu usaha untuk memperoleh kebenaran dalam objek telaah dan
Aksiologi (untuk apa) yaitu nilai-nilai yang menentukan kegunaan dari objek telaah.
c. Kawasan
dalam bidang garapan teknologi pendidikan
Jawab:
Menurut Prawiradilaga
(2012:42-63) wawasan dalam bidang garapan teknologi pendidikan dibagi menjadi
lima kawasan yaitu:
1. Makna
dan fungsi kawasan
Kawasan merupakan suatu
realisasi dari definisi dari bidang teknologi pembelajaran. Kawasan menunjukan
apa yang didapat dilakukan oleh suatu disiplin ilmu agar disiplin tersebut
mampu memberikan sumbangan-sumbangan langsung dalam bentuk rumusan praktik yang
dapat dilakukan oleh praktisi.kawasan berfungsi sebagai panduan para praktisi
dan tenaga ahli untuk bergerak dalam bidang dimaksud.
2. Kawasan
AECT 1977
Kawasan AECT 1977 Dibagi
menjadi dua yaitu:
a. Teknologi
Pendidikan
Kawasan teknologi pendidikan
menyangkut penyelenggaraan seruruh aspek belajar manusia termasuk di dalam dan
di luar sistem persekolahan. Kawasan manajemen kependidikan mengelola dan
mengatur seluruh fungsi yang ada dalam kawasan pengembangan serta pemanfaatan
kedua kategori besar dari sumber belajar yaitu sumber belajar yang dirancang
dan dimanfaatkan bukan hanya disekolah akan tetapi mencakup pula lokasi yang
tersedia di masyarakat seperti museum, atau observatiorium.
b. Teknologi
pembelajaran
Rumusan teknologi
pembelajaran memiliki ruang lingkup yang lebih sempit dalam dunia pendidikan dibandingkan
dengan kawasan teknologi pendidikan. Kedudukan kawasan teknologi pembelajaran
adalah di kelas. Untuk itu, sumber belajar berperan langsung sebagai komponen
sistem pembelajaran yang sengaja dirancang, disiapkan sesuai dengan kompetensi
serta kebutuhan belajar.
3. Kawasan
AECT 1994
Kawasan AECT 1994 Dibagi
menjadi dua yaitu:
a. Komponen
definisi
Komponen definisi dibagi
menjadi tiga yaitu:
1) Antara
teori dan prktek (atau terapan) : Teori, rumusan bangunan atau ilmu rujukan, menjadi acuan dan panduan
untuk melaksanakan praktik atu terapan panduan tersebut mengatur pola berpikir
seorang teknologi pembelajaran untuk bekerja. Praktik atau terapan adalah
pengujian kemampuan teknologi pembelajaran tersebut untuk memecahkan masalah
dilapangan.
2) Proses
dan sumber : Proses menurut definisinya adalah pekerjaan yang tidak ada titik,
atau tidak berhenti proses dilakukan terus-menerus, seperti lingkaran. Proses
sebagai pola pemikiran menelusuri sesuatu hal terkait satu sama lain. Sedangkan
istilah sumber yang digunakan dari definisi mewakili produk yang dapat
ditawarkan oleh teknologi pembelajaran.produk ini terkait dengan kebendaan yang
dihasilkan teknologi pembelajaran sebagai bidang garapan.
3) Belajar
: Teknologi pembelajaran bertujuan untuk memacu dan memicu proses belajar.
Belajar menimbulkan peningkatan kemampuan dan pengetahuan seseorang.
b. Rincian
dan skema kawasan
4. Kawasan
AECT 2004
Kawasan AECT 2004 Dibagi
menjadi dua yaitu:
a. Kawasan
dalam definisi terdiri dari : Study (Kajian)
istilah study atau kajian dimunculkan
sebenarnya melanjutkan tugas dan fungsi seseorang teknolog
pendidikan/pembelajaran untuk melajutkan apa yang sudah dilakukan dalam
kewajiban, dan Ethical Practice
(Praktik/Terapan Beretika) yaitu norma yang berlaku di masyarakat beradab.
b. Lingkup
Pekerjaan/Tugas: Kawasan terdiri dari: Learning
(Belajar) belajar bukan hanya menghafal, mengingat, tetapi belajar dimaksud
adalah bagaimana seseorang mampu mengembangkan diri berdasarkan persepsinya
terhadap apa yang ia pelajari, lingkungan dan masyarakatdimana ia berada,
mewujudkan impiannya, dan sebaginya. Dan Performance
(Kinerja) yaitu kemampuan seseorang setelah dinyatakan menguasai tujuan
pembelajaran, ia pun mampu menerapkan dalam dunia nyata.
5. Kawasan
pakar lain
Kawasan pakar lain dibagi
menjadi dua yaitu:
a. Reiser
dan Dempsey
Reiser dan Dempsey
menyatakan bahwa kemajuan teknologi serta inovasi secara umum berdampak
langsung terhadap kawasan teknologi pembelajaran. Karena tugas teknolog
pembelajaran adalah menemukan pemecahan masalah atau menentukan teknik
peningkatan kinerja itu sendiri sesuai dengan kebutuhan pekerjaan dan situasi
bekerja.
b. Kawasan
Teknologi Pendidikan menurut Davies 1978, Pembahasan kawasan teknologi
pendidikan mencakup konsep-konsep meliputi pendekatan perangkat keras
(hardware), pendekatan perangkat lunak (software), dan perpaduan kedua
pendekatan perangkat software dan hardware.
3. Coba
anda tuliskan tiga judul/masalah penelitian yang berkaitan dengan teknologi
pendidikan
Jawab:
1. Peningkatan
keterampilan mengarang siswa melalui media gambar seri Pada Pelajaran Bahasa
Indonesia di kelas III Sekolah Dasar Islamiyah Wrungboto Yogyakarta
2. Pengembangan
pembelajaran berbasis WEB pada Mata Kuliah Pembelajaran Teknologi Informasi dan
Komunikasi di Sekolah Lanjut Tingkat Pertama dan Sekolah Lanjut Tingkat
Akhir dengan Menggunakan Moodle di Prodi
Teknologi Pendidikan Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan.
3. Pengembangan
bahan ajar Lembar Kerja Siswa berorientasi pada Model Pembelajaran Kooperatif
Tipe STAD (Student Team Achievement Divisions) pada Mata Pelajaran Corel Draw
di Kelas XII Semester Ganjil Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Ogan Komering Ulu.
4. Coba
anda cari di internet suatu artikel/tulisan yang membahas tentang:
a. Landasan
kebijakan pendidikan
Jawab:
Artikel landasan kebijakan pendidikan dalam teknologi pendidikan
e-generasi.blogspot.com/.../landasan-kebijakan-pendidikan-dalam.html
1
Jan 2012 - Adapun masalah yang akan
dibahas dalam penulisan makalah
ini adalah : a. apa saja yang menjadi landasan kebijakan
pendidikan ...
Minggu, 01 Januari 2012
LANDASAN KEBIJAKAN PENDIDIKAN DALAM TEKNOLOGI PENDIDIKAN
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Dalam
Undang-Undang RI No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1
ayat 1, diungkapkan yang dimaksud dengan pendidikan adalah: “Usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara” (UU
RI No 20 Tahun 2003) dari defenisi pendidikan tersebut, dengan jelas terungkap
bahwa pendidikan indonesia adalah pendidikan yang usaha sadar dan terencana,
untuk mengembangkan potensi individu demi tercapainya kesejahteraan pribadi,
masyarakat dan negara.
Berbagai
upaya telah dilakukan oleh pemerintah guna tercapainya cita-cita dalam bidang pendidikan
sepeerti yang diamanatkan oleh pembukaan UUD 1945 yaitu mencerdaskan kehidupan
bangsa. Upaya yang dilakukan tersebut berupa pembaharuan atau inovasi dalam
bidang pendidikan. Pembaharuan atau inovasi pendidikan merupakan suatu
perubahan yang baru, yang kualitatif dan berbeda dari sebelumnya, serta sengaja
diusahakan untuk meningkatkan kemampuan dalam pendidikan (Wijaya, Djajuri, dan
Rusyan, 1988:7).
Dengan
kondisi Negara Indonesia yang unik, serta peruibahan besar yang terjadi dalam
lingkungan global mengharuskan kita untuk mengembangkan system pendidikan yang
lebih terbuka, lebih luwes, dan dapat diakses oleh siapa saja yang memerlukan
tanpa memandang usia, jender, lokasi, kondisi, sosial, ekonomi, maupun
pengalaman pendidikan sebelumnya. Pengembangan sistem pendidikan yang lebih
kretik dan inovatis di tuntut disini, yang merupakan tanggung jawab kita
bersama.
Untuk
itu pemerintah mengeluarkan kebijakan-kebijakan dalam pendidikan.
Kebijakan-kebijakan tersebut tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945,
program-program, undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan menteri, dan
sebagainya. Kebijakan-kebijakan tersebut sudah banyak yang dikeluarkan oleh
pemerintah, di antaranya ada yang berkaitan dengan teknologi pendidikan.
Perkembangan
teknologi berpengaruh juga terhadap perkembangan pendidikan, sehingga lahir
beberapa hal baru dalam dunia pendidikan. Hal baru tersebut pada awalnya hanya
menfokuskan diri pada bidang media, sehingga dapat memberikan nilai tambah
dalam proses, produk dan struktur atau system. Ketiga hal tersebut di
kenal sebagai teknologi pendidikan (education tecnologi).
Landasan
berfikir dalam bidang teknologi pendidikan (education technologi) atau
teknologi pembelajaran (instructional technologi) yang menjadikan bidang
garapan baru menjadi bidang ilmu atau menjadi disiplin ilmu yang baru adalah
rangkaian dalil yang dijadikan sebagai pembenar.
Pengertian
teknologi pendidikan yang dimaksud bukan hanya alat-alat bantu belajar saja
seperti audio, audio visual, dan sebagainya, melainkan perencanaan, desain
kurikulum, evaluasi kurikulum, analisis pengalaman belajar, implementasi
program dan reinovasi belajar dan sebagainya. Jadi teknologi pendidikan
menyangkut teori dan praktek, sehingga teknologi pendidikan bersifat rasional,
menggunakan problem solving approach dalam pendidikan dan skeptis serta
sistematis dalam cara berfikir tentang belajar dan membelajarkan. Untuk lebih
jelasnya Donal P. Ely seperti yang dikutip oleh Wijaya, Djajuri dan Rusyan
(1988:39) mengatakan bahwa teknologi pendidikan adalah suatu bidang yang
mencakup berbagai fasilitas belajar melalui identifikasi yang sistematis,
pengembangabn, pengorganisasim dan penggunaan sumber-sumber yang maksimal dan
penghelolaan prosesnya.
2. Permasalahan
Adapun
masalah yang akan dibahas dalam penulisan makalah ini adalah :
a.
apa saja yang menjadi landasan kebijakan
pendidikan indonesia?
b.
apa saja yang menjadi landasan falsafah dan
teori teknologi pendidikan?
c.
apa saja yang menjadi landasan kebijakan
teknologi pendidikan?
d.
apa saja yang menjadi perkembangan konsep dan
penerapan teknologi pendidikan?
3. Tujuan
Berdasarkan
rumusan permasalahan di atas, maka makalah ini bertujuan untuk:
a. menjelaskan
landasan kebijakan pendidikan Indonesia
b. menjelaskan
landasan falsafah dan teori teknologi pendidikan
c. menjelaskan
landasan kebijakan teknologi pendidikan
d. menjelaskan
perkembangan konsep dan penerapan teknologi pendidikan
4. Manfaat
Dari
hasil pembahasan dimakalah ini diharapkan dapat menjadi referensi tambahan
dalam mata kuliah dasar-dasar teknologi pendidikan pada program studi teknologi
pendidikan, dan memberikan kita pengetahuan pemahaman lebih tetang landasan
kebijakan pendidikan dalam pengembangan teknologi pendidikan.
B. PEMBAHASAN
1. Landasan Kebijakan Pendidikan
Pengetahuan
menganai landasan pendidikan Indonesia oleh para pejabat pembuat kebijakan
pendidikan, akan membuat kebijakan pendidikan nasional konsisten, tetap dan
terarah dengan pasti. Konsisten, maksudnya kebijakan pendidikan secara
menyeluruh (bagian dan waktu) tersusun dengan landasan yang sama. Tetap,
maksudnya kebijakan pendidikan pada berbagai sub dan waktu ke waktu tidak
mengalami loncatan yang mengejutkan, sehingga tidak membingungkan masyarakat
sebagai pelanggan kebijakan. Terarah, maksudnya kebijakan pendidikan pada
berbagai sub dan waktu ke waktu tetap mengarah pada satu tujuan besar, yaitu
gambaran manusia Ideal menurut bangsa Indonesia. Bangsa Indoeseia secara
keseluruhan juga teramat penting untuk memahami landasan pendidikan, sebab
sebagai pelanggan dari kebijakan pendidikan, mereka berhak untuk mengetahui
mengapa, untuk apa, dan apa kebijakan pendidikan yang ada harus mereka ikuti.
a) Landasan Ideal
Dalam
Undang-Undang Pendidikan Nomor 4 tahun 1950 tentang dasar-dasar pendiidkan dan
pengajaran sekolah pada Bab III Pasal 4 tercantum bahwa landasan ideal
pendidikan dan pengajaran ialah membentuk manusia susila yang cakap dan warga
Negara yang demokratis serta bertanggung jawab tentang kesejahtearaan
masyarakat dan tanah air.
Menurut
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi dalam buku Program Akta Mengajar VB,
componen bidang studi pendidikan Moral Pancasila (1984/1985) dikemukakan
seperti berikut : “Sistem Pendidikan Nasional Pancasila ahila sistem pendidikan
nasional Indonesia satu-satunya yang menjamin teramalkan dan telestarikan
Pancasila. Predikat Pancasila perlu ditonjolkan sebagai identitas sistem karena
pada hakekatnya secara intrinsik Pancasila adalah kepribadian (identitas sistem
kenegaraan RI dengan segala jenis implikasinya terhadap subsistem dalam
negara). Pendidkan nasional adalah sistem kelembagaan yang bertanggung jawab
atas pengembangan dan pelestarian sistem kenegaraan Pancasila dan kebudayaan
nasional.” (Fuad Ihsan 2005: 120-123).
Dalam
pembukaan (prembule) UUD 1945, antara lain termaktub : “ Atas berkat Ramat
Tuhan yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya
berkehidupan berkebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia dengan ini
menyatakan kemerdekaannya. Kemudian daripada itu untuk membentuk statu pemerintahan
negara republik Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan
kebangsaan Indonesia itu dalam statu undang-undang dasar negara Indonesia, yang
terbentuk dalam statu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan
rakyat dengan berdasar kepada : Ketuhanan yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil
dab beradap, persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan, serta dengan mewujudkan statu
keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.”
Dari
pernyataan-pernyataan di atas jelaslah bahwa landasan ideal Pendidikan nasional
adalah Pancasila.
b) Landasan Konstitusional
Pendidikan
Nasional didasarkan atas landasan constitucional/Undang-Undang Dasar 1945 pada
Bab XIII Pasal 31 yang berbunyi ; ayat 1 : Tiap-tiap warga negara
berhak mendapatkan pengajaran dan ayat 2 : Pemerintah mengusahakan dan
menyelenggarakan suatu sistem pengajaran nasional yang ditetapkan dengan
Undang-Undang.Serta pasal 32 berbunyi : Pemerintah memajukan kebudayaan
nasional Indonesia.
Dalam
pembukaan UUD 1945 dapat dilihat bahwa pemerintah : Memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Undang-Undang
Dasar 1945 menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan dan
pengajaran. Ini berarti adanya kewajiban relajar yang memberi desempatan dan
mengharuskan relajar lepada setiap anak ingá usia tertentu (sekurang-kurangnya
usia 13 tahun). UUD 1945 menginginkan adanya suatu sistem pengajaran nasional
yang disesuaikan dengan kebudayaan dan tuntutan nasional. Usaha-usaha ke arah
itu sudah banyak dilakukan melalui pembaharuan pendidikan di Indonesia.
c) Landasan Operasional
Landasan
operasional bagi pembangunan negara, termasuk pendidikan ialah ketetapan MPR
tentang GBHN. GBHN disebut landasan operasional karena memberikan garis-garis
besar tentang kegiatan yang harus dilaksanakan untuk mencapai tujuan
pembangunan bangsa dan negara sesuai dengan cita-cita, seperti yang
termaktub dalam Pancasila dan UUD 1945. sebagai contoh dalam GBHN 1988
dirumuskan tujuan pendidikan yaitu untuk membentuk manusia yang beriman dan
bertakwa terhadap Tuhan yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian,
berdisiplin, bekerja keras dan tanga, bertanggung jawab, mandiri, cerdas dan
terampil, serta sehat jasmani dan rohani. Hendaknya setiap pelaksana
pendidikan, orang tua, dosen, guru-guru, dan pegawai serta petugas-petugas
pendidikan lainnya mengetahui isi dan jiwa GBHN, mengetahui
ketentuan/peraturan-peraturan yang harus diikuti, agar pendidikan benar-benar
dapat dilaksanakan dengan baik sebagai unsur penting pembangunan negara.
Berikut
ini dikemukakan Ketetapan MPR Sejak tahun 1966-2003 sebagai landasan
operasional pendidikan nasional dan tujuan pendidikan nasional :
TAP
MPRS No. XXVII/1966 Bab II Pasal 3 Dasar pendidikan adalah falsafah negara
Pancasila, tujuan pendidikan adalah membentuk manusia Pancasila sejati
berdasarkan ketentuan-ketentuan seperti yang dikehendaki oleh Pembukaan dan isi
UUD 1945.
TAP
MPR No. IV/MPR/1973 Tujuan pendidikan membentuk manusia-manusia pembangunan
yang Pancasila dan untuk membentuk manusia Pancasila yang sehat jasmani dan
roanilla, memiliki pengetahuan dan keterampilan, dan mengembangkan aktivitas
dan tanggung jawab, dapat mengembangkan kecerdasan yang tinggi dan disertai
budi pekerti yang luhur, mencintai bangsanya dan mencintai sesama manusia
sesuai dengan ketentuan yang termaktub dalam UUD1945.
TAP
MPR No. IV/MPR/1978 Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan bertujuan
meningkatkan ketakwaan terhadap Tuhan yang Maha Esa, kecerdasan, keterampilan,
mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian, dan mempertebal semangat
kebangsaan agar dapat menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat
membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan
bangsa.
TAP
MPR No. II/MPR/1983 Pendidikan nasional bertujuan meningkatkan ketakwaan
terhadap Tuhan yang Maha Esa, kecerdasan dan keterampilan, mempertinggi budi
pekerti, memperkuat kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan, dan cinta
tanah air agar dapat menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat
membangundirinya sendiri serta bersama-sama bertanggungjawab atas pembangunan bangsa.
TAP
MPR No. II/MPR/1988 Pendidikan nasional untuk meningkatkan kualitas manusia
Indonesia, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan yang Maha
Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras,
bertanggung jawab, mandiri, cerdas, dan terampil serta sehat jasmani dan
rohani.
Bab
II Pasal 4 UU RI No. 2 tahun 1989 Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan
kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu manusia yang
beriman dan bertakwa terhadap Tuhan yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur,
memiliki pengetahuan dan keterampilan,kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian
yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan
kebangsaan.
Undang-undang
No. 20 Tahun 2003 Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional : Peraturan perundang-undangan ini disahkan tanggal 8 Juli 2003.
Undang-undang ini merupakan pengganti Undang-Undang No. 2 Tahun 1989 tentang
Sistem Pendidikan Nasional. Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003,
fungsi pendidikan nasional adalah untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa. Sedangkan tujuan pendidikan nasional adalah untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab. Dibandingkan dengan Undang-Undang No. 2 Tahun 1989, Undang-Undang
No. 20/2003 memuat lebih banyak aturan baru terutama yang mendukung aspek
akuisisi pengetahuan, penciptaan pengetahuan dan penyebaran pengetahuan.
2. Landasan Falsafah Dan Teori Teknologi
Pendidikan
Setiap
cabang ilmu membutuhkan dasar/patokan sebagai pembenaran. Dalam falsafah ilmu,
setiap pengetahuan mempunyai 3 komponen yang merupakan tiang penyangga tubuh
yang didukungnya yaitu Ontologi (apa) yaitu rumusan gejala pengamatan
pada suatu objek telaah, yang tidak digarap bidang telaah lain, Epistemiologi
(bagaimana) yaitu usaha untuk memperoleh kebenaran dalam objek telaah dan
Aksiologi (untuk apa) yaitu nilai-nilai yang menentukan kegunaan dari objek
telaah.
Sejumlah
asumsi dimunculkan sebagai dasar patokan pembenaran untuk menentukan gejala
yang diamati yaitu :
a. ilmu
pengetahuan berkembang pesat, dengan implikasi bagi kebanyakan orang untuk
mengikuti perkembangannya.
b. pertambahan
jumlah penduduk, implikasi semakin banyak yang membutuh pendidikan.
c.
perubahan sosial, ekonomi, politik, industri, dan budaya, implikasi re-edukasi
pendidikan ( terus menerus)
d. budaya dan
penyebaran teknologi semakin luas, termasuk didalamnya bidang pendidikan.
Semakin
terbatasnya sumber tradisional, menuntut adanya sumber baru dan pemanfaatan
sumber terbatas secara lebih berdaya guna dan berhasil guna.
Dari
serangkaian implikasi yang muncul dari asumsi diatas, maka diperlukan suatu
telaah khusus, hal ini dijadikan telaah/penggarapan dalam teknologi pendidikan
yang tidak digarap dalam bidang ilmu lain. Itulah yang menjadi alasan mengapa
landasan teknologi pendidikan perlu dipersoalkan.
Dalam
teknologi pendidikan, kebenaran hakiki komponen filsafah pengetahuan dikaitkan
dengan beberapa aspek, antara lain:
a.
Wujud Objek Telaah
Dalam
ilustrasi revolusi pendidikan (Sir Eric Ashby, 1972), dijelaskan revolusi
pendidikan dibagi 4, yaitu:
1) Revolusi
ke-1,
orangtua menyerahkan tanggungjawab pendidikan anak kepada orang lain yang ahli.
2) Revolusi
ke-2,
pembelajaran menggunakan bahasa lisan/tulisan, kegiatan pendidikan
dilembagakan.
3) Revolusi
ke-3,
muncul media cetak, terjadi karena guru ingin mengajarkan lebih banyak siswa
dan lebih cepat, sementara itu kemampuannnya makin terbatas hingga perlu
menggunakan media.
4) Revolusi
ke-4,
muncul media elektronik. Pada saat ini, teknologi dan media dalam dunia
pendidikan berkembang pesat. Pendidikan mulai difokuskan pada mengajar anak
didik tentang bagaimana belajar. Ajaran selanjutanya akan diperoleh si
pembelajar sepanjang usia hidupnya melalui sumber dan saluran. Hal ini
memunculkan gejala-gejala baru, yaitu:
a) Adanya
berbagai macam sumber belajar termasuk orang, pesan, media, alat, metode, dan
lingkungan.
b) Perlunya
sumber tersebut dkembangkan, baik secara konseptual maupun secara factual.
c) Perlu
dikelolanya kegiatan pengembangan maupun sumber-sumber belajar untuk belajar
Ketiga
hal diatas merupakan ruang lingkup wujud objek penelaahan (landasan ontologi),
teknologi pendidikan.
b.
Penggarapan Objek Telaah
Teknologi
pendidikan merupakan bidang garapan yang tidak dilakukan dalam disiplin ilmu
lain. Pada ilmu pendidikan, ilmu komunikasi, ilmu perilaku dan ilmu lainnya,
objek penggarapan telaah terpisah-pisah, sementara teknologi pendidikan
memandang bahwa semua komponen teori, model, konsep, dan prinsip dari
semua ilmu digabung secara sistematik dan sistemik agar diperoleh daya
guna dan hasil guna yang optimal.
Usaha
yang sistematik dan sistemik diawali dengan menganalisis masalah, kemudian
merancang, memproduksi, memamfaatkan, menilai, memperbaiki dan mengelola
keseluruhan proses kegiatan secara terintegrasi, sehingga diperlukan pendekatan
baru dengan ciri-ciri sebagai berikut:
1) Keseluruhan
masalah belajar dan upaya pemecahannya dikelola secara simultan.
2) Unsur yang
berkepentingan diintegrasikan dalam suatu proses kompleks secara sistemik.
3) Penggabungan
proses kompleks di atas harus mengandung daya lipat.
Ketiga
ciri diatas merupakan teknik intelektual yang unik dan dihimpun menjadi
penggarapan objek telaah (landasan epistimologi) teknologi pendidikan.
c.
Hasil Penggarapan Objek Telaah
Dari
dua landasan yang telah dipenuhi oleh teknologi pendidikan, dirumuskanlah
kegunaan potensial teknologi pendidikan yaitu perluasan dan pemerataan
kesempatan belajar, meningkatkan mutu pendidikan, penyempurnaan sistem
pendidikan, peningkatan partisipasi masyarakat, dan penyempurnaan pelaksanaan
interaksi antara pendidikan dan pembangunan. Hal inilah yang merupakan
hasil dari penggarapan objek telaah (landasan aksiologi) teknologi pendidikan
sebagai suatu disiplin ilmu
d.
Rumusan filsafat teknologi pendidikan
“agar
setiap orang memperoleh kesempatan belajar, baik sendiri maupun dalam ikatan
organisasi, seoptimal mungkin melalui pendekatan yang sistematik dan sistemik
atas proses, sumber dan system belajar sedemikian rupa agar tercapai efisiensi,
efektivitas dan keselarasan dengan perkembangan masyarakat dan lingkungan,
kearah terbentuknya masyarakat belajar”
e.
Wujud penerapan filsafat teknologi
pendidikan dalam sistem pendidikan di Indonesia
Filsafat
teknologi pendidikan telah terwujud dalam sistem pendidikan di Indonesia,
wujudnya sebagai berikut :
1) Pada masa
kemerdekaan tahun 1950, untuk mengatasi kesempatan belajar para pejuang yang
terpaksa meninggalkan bangku sekolah karena tergabung dalam pasukan tentara,
maka dihadirkanlah siaran radio untuk menyajikan bahan pelajaran, didirikan
Balai Kursus Tertulis Pengembangan Guru, Balai Alat Peraga Pendidikan yang
sekarang menjadi Pusat Pengembangan Penataran Guru Tertulis
2) Pada awal
orde baru, dalam PELITA I telah dicantumkan secara eksplisit kebijakan
menggunakan radio dan televisi untuk peningkatan mutu dan pemerataan
kesempatan pendidikan, sebagai contoh program pendidikan karakter melalui
serial televisi ACI ( Aku Cinta Indonesia = amir, cici, ito)
3) Dalam
periode pembangunan selanjutnya, berbagai bentuk penerapan teknologi pendidikan
berkembang pesat. Penerapan berupa pola / sistem pendidikan yang inovatif,
contohnya sebagai berikut :
a) Sistem pendidikan
terbuka / jarak jauh (SLTP Terbuka, Madrasah Tsanawiyah Terbuka, Universitas
Terbuka, Program KEJAR Paket A dan B)
b) Proyek
pendidikan melalui satelit ( Rural Satellite Project) di perguruan tinggi
wilayah Indonesia Timur
c)
Penggunaan siaran radio untuk penataran guru, sitem belajar mandiri untuk
meningkatkan kualitas guru yang diselenggarakan oleh berbagai lembaga
pendidikan dan pelatihan
d) Sistem
pelatihan jarak jauh yang pengembangannya dikoordinasikan oleh Indonesian
Learning Work (IDLN) dan SEAMOLEC ( SEAMO Open Learning Center )
berkedudukan di Pustekom Diknas
e) Teknik
/strategi pembelajaran untuk belajar pemecahan masalah dan belajar aktif
(problem solving and active learning strategies and techniques)
Beberapa
bentuk penerapan ada yang sudah berhenti dikarenakan berbagai alasan kebijakan
maupun pendanaan. Akan tetapi penerapan teknologi pendidikan yang telah
berlangsung, menunjukkan perkembangan yang signifikan. Perkembangan itu masih
harus ditingkatkan lagi untuk menjangkau seluruh sektor pendidikan pada semua
jenis, jalur dan jenjang pendidikan termasuk pelatihan dan pengembangan sumber
daya manusia.
3. Landasan Kebijakan Teknologi Pendidikan
a. Kebijakan Umum
1)
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945
Secara
umum kebijakan pemerintah tertuang dalam UUD 1945 yaitu pasal 28 huruf c, e;
dan pasal 31. Bunyi pasal 28 huruf c adalah sebagai berikut: “Setiap orang
berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat
pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan
budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat
manusia”. Sedangkan dalan pasal 28 huruf e disebutkan sebagai berikut:
“Setiap orang bebas memeluk agama, dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali”.
“Setiap orang bebas memeluk agama, dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali”.
Dalam
pasal 31 UUD RI tahun 1945 dikatakan juga bahwa,
a) Setiap
warga Negara berhak mendapatkan pendidikan.
b) Setiap
warga Negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib
membiayainya.
c) Pemerintah
mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional.
d) Negara
memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-jkurangnya 20% dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
Pemerintah
memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai
agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan
manusia.
Dari
beberapa pasal di atas, tampak jelas bahwa pendidikan merupakan bidang yang
sangat penting dan diutamakan dalam pembangunan. Setiap orang berhak
mendapatkan pendidikan, bahkan menjadi suatu kewajiban terutama pendidikan
dasar. Sebagai konsekuensinya pemerintah wajib pula membiayainya dengan
anggaran yang diprioritaskan. Selain pembiayaan pemerintah melakukan
program-program atau kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan peningkatan
pendidikan baik mutu maupun jumlah. Sehingga apapun bentuknya akan dilakukan
oleh pemerintah guna meningkatkan parsisipasi belajar peserta didik asal sesuai
dengan peraturan-peraturan yang telah ditetapkan. Dengan adanya komitmen
pemerintah, diharapkan masyarakat atau warga akan mendapatkan kesempatan
belajar.
Selain
dalam UUD 1945, kebijakan-kebijakan yang bersifat umum juga terdapat dalam
program-program pembangunan. Sebelum era reformasi kebijakan pembangunan
tertuang dalam GBHN (Garis-Garis Besar Haluan Negara) atau dalam Repelita (Rencana
Pembangunan Lima Tahun). Namun setelah itu kebijakan pembangunan tidak lagi
tertuang dalam GBHN dan Repelita, melainkan tertuang dalam Program Pembangunan
Nasional (Propenas). Dalam pembahasan ini ada dua Program Pembangunan Nasional
Tahun 1999-2004 dan Program Pembangunan Nasional Tahun 2004-2009.
2)
Program Pembangunan Nasional
(1999-2004)
Di
dalam Propenas 1999-2004 Bab VII terdapat Pembangunan Pendidikan. Di dalamnya
memuat program-program baik untuk Pendidikan Dasar dan Prasekolah, Pendidikan
Menengah, Pendidikan Tinggi, maupun pendidikan luas sekolah. Di antara
program-program tersebut terdapat Program Pembinaan baik berupa pembinaan
Pendidikan Dasar dan Prasekolah, maupun Pendidikan Menengah. Di dalam program
pembinaan inilah ada tujuan yang hendak dicapai antara lain: meningkatkan
kesamaan kesempatan untuk memperoleh pendidikan bagi kelompok yang kurang
beruntung, termasuk mereka yang tinggal di daerah terpencil dan perkotaan
kumuh, daerah bermasalah, masyarakat miskin, dan anak yang berkelainan. Sasaran
yang hendak dicapai dalam program ini antara lain meningkatnya angka
partisipasi kasar (APK) untuk SD/MI, SLTP/MTs, SMU/SMK/MA dan penuntasan wajib
belajar 9 tahun sebanyak 5,6 juta siswa.
3)
Program Pembangunan Nasional
(2004-2009)
Di
dalam Program Pembangunan Nasional (Propenas)Tahun 2004-2009 tidak jauh berbeda
dengan Propenas sebelumnya, namun apabila dilihat dalam Rencana Strategis
(Renstra) 2005-2009 Departemen Pendidikan Nasional terdapat Kebijakan
Pembangunan Lima Tahun 2005-2010. Dalam kebijakan itu memuat Kegiatan Pokok
Strategis di antaranya adalah Bidang Mutu, Relevansi dan Daya saing. Salah satu
kegiatan pokok dalam bidang ini adalah Program Pemanfaatan Teknologi Informasi
dan Komunikasi. Tolok ukur keberhasilannya adalah 100% SMP/MTs yang memiliki
akses listrik menerapkan TV Based Learning yang dimulai tahun 2006 hingga 2009.
Selain itu yanbg menjadi tolok ukur adalah 50% SMA/MA/SMK yang memiliki akses
listrik menerapkan ICT Based Learning yang juga dimulai tahun 2006 hingga 2009.
Di
samping jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah, program dan kegiatan seperti di
atas juga meliputi perguruan tinggi dengan tolok ukurnya adalah 10 perguruan
tinggi (PT) menerapkan pembelajaran dan penelitian berbasis ICT.
Kegiatan
Pokok Strategis untuk Pendidikan Luar Sekolah salah satunya berupa perluasan
layanan PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) melalui pemberdayaan masyarakat,
Perluasan Paket A dan Paket B untuk menunjang wajib belajar 9 tahun serta
ekstensifikasi Paket C. Selain itu juga guna peningkatan mutu, relevansi dan
daya saing ditingkatkan pemanfaatan ICT dalam pembelajaran.
b. Kebijakan Khusus
Untuk
dapat melaksanakan kebijakan-kebijakan umum tersebut pemerintah menuangkannya
dalam kebijakan-kebijakan khusus berupa Undang-Undang (UU), Peraturan
Pemerintah (PP), dan Peraturan Menteri (Permen), antara lain:
1) UU No. 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
2) UU No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen..
Peraturan
Pemerintah yang mendukung kebijakan umum seperti PP No. 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan. Di samping itu ada pula Peraturan Menteri (Permen)
misalnya:
1) Permen
No. 14 Tahun 2007 tentang Standar isi Program Paket A, Paket B, Paket C,
2) Permen
No. 49 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan oleh Satuan Pendidikan
Nonformal.
3) Permen
No. 1 Tahun 2008 tentang Standar Proses Pendidikan khusus.
4) Permen
No. 3 Tahun 2008 tentang Standar Proses Program Paket A, Paket B, Paket C,
5) Permen
No. 35 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Gerakan Nasional Percepatan
Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 tahun dan Pembentukan Pendidikan
Buta Aksara.
6) Permen
No. 38 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Tekonologi Komunikasi dan Informasi dalam
Lingkungan Departemen Pendidikan Nasional.
7) Radio
dan Televisi Pendidikan yang Mendukung Pendidikan pada Umumnya dan Pendidikan
Jarak Jauh.
Peraturan
dan perundang-undangan tersebut merupakan bentuk kebijakan khusus pemerintah
dalam pendidikan khususnya teknologi pendidikan. Tentunya masih ada peraturan
atau kebijakan lain yang tidak dapat disajikan dalam tulisan ini, seperti Radio
Pendidikan, Televisi Pendidikan, SMP Terbuka, Universitas Terbuka dan
sebagainya. Yang dapat disajikan berikut ini hanya beberapa penjelasan istilah
beserta awal berdirinya.
4. Perkembangan Konsep dan Penerapan Teknologi
Pendidikan
Perkembangan
kajian teknologi pendidikan menghasilkan berbagai konsep dan praktek pendidikan
yang memanfaatkan media sebagai sumber belajar.seiring dengan kemajuan
teknologi yang mengglobal telah terpengaruh dalam segala aspek kehidupan baik
di bidang ekonomi, politik, kebudayan seni dan bahkan di dunia
pendidikan. Di sini pendidikan harus mau mengadakan inovasi yang positif untuk
kemajuan pendidikan dan sekolah. Tidak hanya inovasi di bidang kurikulum, sarana
prasarana, namun inovasi secara menyeluruh dengan menggunakan teknologi
informasi dalam kegiatan pendidikan. Teknologi pendidikan dapat mengubah cara
pembelajaran yang konvensional menjadi nonkonvensional.
Perkembangan
dunia teknologi yang semakin canggih yang menyediakan segudang ilmu pengetahuan
yang baru dan lama . Pembelajaran di sekolah seharusnya perlu menggunakan
serangkaian peralatan yang mampu bekerjalebih efektif dan efisien. Walaupun
demikian peran guru tetap dibutuhkan di kelas, ia sebagai desainer, motifator,
pembimbing dan sebagainya dan tentunya sosok individu harus tetap
dihormati.Teknologi pendidikan sering kali diasumsikan dalam persepsi yang
mengarah pada masalah elektronika padahal konsep teknologi mengandung
pengertian yang luas.
Sejarah
perkembangan pendidikan telah berlangsung dari waktu yang lama sekali, banyak
pendapat dan kejadian sejarah yang mendasari awal perkembangan teknologi
pedidikan, terutama yang berkaitan dengan perkembangan intruksional. Sejarah
perkembangn teknologi pendidikan menjadi sangat singkat jika dihitung bagaimana
jabatan dan pola pikir telah dibawa bersama-sama untuk menciptakan bidang
galian dari teknologi pendidikan. Sepanjang tahun 1960 pada umumnya mengikuti
salah satu dari dua jalur berikut yaitu pendekatan audio visual/belajar
terprogram yang masing-masing telah dihubungkan dengan sejumlah kerangka
konseptual adopsi praktis dari kegiatan mereka, pelatihan dan kepribadian
mereka.
Didasarkan
atas pendekatan historic, janus zweski (2001:2-5) mengungkapkan bahwa tahap
awal sebagai pengantar kearah perkembangan konsep dan istilah teknologi
pendidikan dilandasi dan dipertajam oleh tiga faktor sebagai berikut:
a)
Engineering
Dalam kaitanya dengan engineering pengkajian di awali. Maka yang menggambarkan
kegitatan riset dan pengembangan serta usaha menghasilkan teknologi untuk di
gunakan secara praktis dan efisien
Saektrer(1900) menyatakan bahwa Franklin Bobbitt dan w.w Charters perintis
penggunaan istilah “education engineering” pada tahun 1920an khususnya pada
pendekatan yang di gunakan untuk mengembangkan kurikulum. Penggunaan istilah
tersebut digunakan dalam mengikat konsep ilmu menejemen dan setting pendidikan.
Dalam hal ini charters yang dinyatakan oleh t.j hoover dan j.t.l fish
mengungkapkan bahwa engineering adalah kegiatan professional dan sistematik
dalam mengaplikasikan ilmu untuk memanfaatkan sumber alam secara efisien dalam
menghasilkan kesejahteraan
b)
Science
Science adalah sebuah ilmu pengetahuan dari sebuah pemikira dengan pendekatan yang
telah di tentukan dengan kajian yang mendalam. Dalam hal ini pendekatan
merupakan keharusan dikarenakan konsep dan praksis pendidikan pada hakekatnya
mengungkapkan hal-hal yang secara empiris dilapangan
Herbert klibert (1987) mendefinisikan adanya tiga peristiwa berbeda yang
ditemukan pada abad 20an dalam memahami penggunaan dalam pendidikan.
Pertama
berkaitan dengan perkembangan anak . Disini peran serta pendidik untuk mengkaji
perkembangan anak sesuai dengan kondisi lingkungan mereka, dengan tujuan untuk
mengungkap kurikulum mana yang paling tepat untuk mereka.
Kedua
dijadikan dasar untuk menerapkan metode pembelajaran dan bahan ajar yang akan
disampaikan dengan mengkaji model mengajar untuk ketrampilan berfikir
menggunakan sience.
Ketiga
menurut kliebert, sience dijadikan ukuran yang ekstra dan standart yang tepat
untuk memelihara dan memprediksi keteraturan dunia.
c)
Audio Visual
Berdasarkan
sejarah perkembangan konsep audiovisual pada pendidikan tidak memiliki
keterkaitan dengan konsep engineering dan science secara luas. Bahkan secara
khusus teknologi pendidikan memandang bahwa konsep audiovisual dilandasi oleh
pemahaman tentang hardwere dan equipment. Kebanyakan pembangunan peralatan
pendidikan dikelas digunakan setelah perang dunia ke II. Oleh karena itu
pemahaman yang popular menunjukan bahwa teknologi pendidikan merupakan hasil
evolusi dari gerakan penggunaan audiovisual pada pendidikan.
Sedangakan
fase permulaan disusunnya konsep teknologi pendidikan secara sisitematis,
berlangsung pada tahun 1963 dengan memasukan audiovisual kedalam teknologi
pendidikan. Dengan melalui tahapan-tahapan yang telah di tentukan dan dengan
melalui proses perkembangan dan pengkajian ulang sehingga dapat fase
mempertahankan identitas, hal ini terjadi pada tahun 1965, sampai pada masa
akhir yaitu masa sistemisasi konsep yang berlangsung pada tahun 1972.
Audiovisual
dapat didefinisikan sebagai alat untuk memberikan perangsangan pikiran siswa ,
perasaan dan kemauan audience sehingga dapat mendorong terjadinya proses
belajar pada diri siswa
Teknologi
pendidikan merupakan disiplin ilmu terapan, artinya ia berkembang karena adanya
kebutuhan dilapangan, dengan kata lain adalah kebutuhan belajar. Penerapan
teknololgi pendidikan dalam pembelajaran dimaksudkan agar belajar lebih
efektif, efisien, lebih banyak, lebih luas, lebih cepat dan lebih bermakna bagi
kehidupan orang yang belajar
Ditinjau
dari pengertian teknologi secara umum dalam aplikasi pendidikan adalah proses
yang dapat meningkatkan nilai tambah produk yang digunakan dan dihasilkan untuk
memudahkan dan meningkatkan kinerja stuktur, yang dimana proses dan produk
tersebut dikembangkan dan digunakan, dengan kata lain semua bentuk teknologi
adalah sistem yang diciptakan oleh manusia untuk maksud dan tujuan tertentu yang
pada intinya mempermudah manusia dalam meringankan usahanya, meningkatkan
hasilnya, dan menghemat tenaga dan sumber daya yang ada.
Tahapan-tahapan
dalam mengaplikasikan teknologi pendidikan antara lain:
a)
Analisis Kebutuhan
Pada
tahap awal ini dilakukan identifikasi dan karakteristik awal anak yang akan di
awali berdasarkan tahap usia dan jiwa perkembangan, analis terhadap lingkungan
yang dimana kegiatan akan dilaksanakan berdasarkan setting pendidikan formal
serta mengidentifikasi SDM dan aneka sumber belajar yang tersedia
b)
Analisis Ketrampilan
Pada
tahap ini akan di analisis jenis kemampuan atau ketrampilan apa saja yang akan
di berikan sepanjang kegiatan pembelajaran berlangsung. Hal ini berdasarkan
pada sejumlah potensi bawaan anak yang akan di kembangkan, yang berhubungan
dengan perkembangan emosional, kognitif, motorik dan spiritual.
c)
Menulis Tujuan
Menuangkan
hasil analisis pada tahap kedua kedalam rencana kegiatan agar mudah di
aplikasikan.. Menuliskan tujuan tujuan didasarkan atas kompetisi yang bersifat
umum sampai kepada hal-hal yang bersifat khusus yang merupakan indicator
belajar
d)
Desain Pembelajaran
Kegiatan
pada tahap ini berupa penentuan strategi atau pola kegiatan yang akan
dilaksanakan. Misalnya yaitu model pembelajaran sastra dengan pengolaan
kelas yang bersifat ”mofing class” dan metode apa yang akan digunakan, dll.
e)
Pengembangan Kelas
Dalam
pengembangan bahan ada yang perlu kita perhatikan yaitu minat, kebutuhan anak
dan ketersediaan media yang dibutuhkan
f) Pelaksanaan
Pada
tahap ini yang perlu diperhatikan adalah bagaimana cara yang paling efektif dan
efisien untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan
g)
Evaluasi
Kegiatan
evaluasi harus berorientasi pada tujuan yang akan dicapai dan mengunakan alat
atau prosedur yang tepat seperti penilaian hasil belajar melalui protofolio.
Sehingga dengan ditawarkannya beberapa tahapan-tahapan dalam mengaplikasikan
teknologi pendidikan akan dapat memudahkan seseorang tenaga pendidik untuk bisa
dijadikan dasar sebagai pendorong dan dapat pula dikembangkan, sehingga lebih
sesuai dengan harapan.
Konsep
adalah rancangan, Jika dikaitkan dengan pembelajaran maka dapat didefinisikan
pengaturan program belajar yang diorganisasikan sedemikian rupa sehingga setiap
peserta didik dapat memilih bahan dan kemajuan belajar.
Sejarah
perkembangan pendidikan telah berlangsung dari waktu yang lama sekali, banyak
pendapat dan kejadian sejarah yang mendasari awal perkembangan teknologi
pedidikan, terutama yang berkaitan dengan perkembangan intruksional. Sejarah
perkembangn teknologi pendidikan menjadi sangat singkat jika dihitung bagaimana
jabatan dan pola pikir telah dibawa bersama-sama untuk menciptakan bidang
galian dari teknologi pendidikan
Didasarkan
atas pendekatan historic, janus zweski (2001:2-5) mengungkapkan bahwa tahap
awal sebagai pengantar kearah perkembangan konsep dan istilah teknologi
pendidikan dilandasi dan dipertajam oleh tiga faktor sebagai berikut:
a) Engineering
b) Science
c) Audio
visual
Kata
teknologi sering kali oleh masyarakat di artikan sebagai alat elektronik. Tapi
oleh ilmuan dan ahli filsafat, ilmu pengetahuan di artikan sebagai pekerjaan
ilmu pengetahuan untuk memecahkan masalah praktis. Jadi teknologi lebih mengacu
pada usaha untuk memecahkan masalah manusia. Macam macam teknologi
pendidikan menurut davies (1972) ada tiga yaitu:
a) Teknologi
pendidikan satu yaitu mengarah pada perangkat keras.
b) Teknologi
pendidikan dua yaitu mengacu pada “perangkat lunak”.
c)
Teknologi pendidikan tiga yaitu: kombinasi antara dua teknologi “perangkat
keras” dan “perangkat lunak”.
Penerapan
teknololgi pendidikan dalam pembelajaran dimaksudkan agar belajar lebih
efektif, efisien, lebih banyak, lebih luas, lebih cepat dan lebih bermakna bagi
kehidupan orang yang belajar. Tahapan-tahapan dalam mengaplikasikan teknologi
pendidikan antara lain:
a) Analisis
Kebutuhan.
b) Analisis
Ketrampilan.
c) Menulis
Tujuan.
d) Desain
Pembelajaran.
e) Pengembangan
kelas.
f)
Pelaksanaan.
C. PENUTUP
1. Kesimpulan
Dari
pemaparan makalah di atas penulis dapat menarik kesimpulan bahwa:
a. Landasan
pendidikan Indonesia terdiri dari landasan ideal yaitu Undang-Undang Pendidikan
Nomor 4 tahun 1950 tentang dasar-dasar pendidikan dan pengajaran sekolah pada
Bab III Pasal 4 dan Dalam pembukaan UUD 1945; landasan konstitusi yaitu
Undang-Undang Dasar 1945 pada Bab XIII Pasal 31 yang berbunyi ayat 1 dan 2 dan
pembukaan UUD 1945; serta landasan operasional yaitu ketetapan MPR tentang
GBHN.
b. Teknologi
pendidikan, kebenaran hakiki komponen filsafah pengetahuan dikaitkan dengan
beberapa aspek, antara lain; wujud objek telaah; penggarapan objek
telaah; hasil penggarapan objek telaah; rumusan filsafat teknologi pendidikan;
dan wujud penerapan filsafat teknologi pendidikan dalam sistem pendidikan di
Indonesia.
c. Landasan
kebijakan teknologi pendidikan terdiri dari kebijakan umum, yaitu undang-undang
dasar negara republik indonesia tahun 1945, program pembangunan nasional
(1999-2004) dan program pembangunan nasional (2004-2009).Serta kebijakan
khusus, yaitu khusus berupa Undang-Undang (UU), Peraturan Pemerintah (PP), dan
Peraturan Menteri (Permen).
d. Perkembangan
konsep dan istilah teknologi pendidikan dilandasi dan dipertajam oleh tiga
faktor sebagai berikut; engineering, science, dan audio visual.
2. Saran
Adapun
saran yang dapat diberikan oleh penulis mengenai permasalahan ini adalah:
Setiap lapisan kepentingan harus benar-benar menjalankan kebijakan pendidikan
yang sudah berdasar pada landasan ideal, landasan konstitusional, dan landasan
operasional.
Pelaksanaan
kebijakan pendidikan seyogyanya sejalan dengan arah tujuan kebijakan pendidikan
yang sudah dibuat dan tersusun rapi
DAFTAR
PUSTAKA
Ihsan,
Fuad. 2005. Dasar-Dasar Kependidikan. Jakarta : Rieneka Cipta.
Miarso, Yusufhadi. 2011. Menyemai Benih
Teknologi Pendidikan. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.
Prawiradilaga, Dewisalma dan Siregar,
Eveline. 2008. Mozaik Teknologi Pendidikan. Jakarta : Kencana Prenada
Media Group.
Sukardjo dan Komarudin, Ukim. 2010. Landasan
Pendidikan Konsep dan Aplikasinya. Jakarta : Rajawali Pers
Tirtarahardja, Umar dan Sulo, S.L.La. 2008. Pengantar
Pendidikan. Jakarta : Asdi Mahasatya.
Warsita, Bambang. 2008. Teknologi
Pembelajaran Landasan & Aplikasinya. Jakarta : Rineka Cipta
Wijaya, Cece, Djaja Djajuri dan A. Tabrani
Rusyan. 1988. Upaya Pembaharuan dalam Pendidikan dan Pengajaran. Bandung
: Remadja Karya CV
_______2010. Himpunan Perundang-undangan Republik
Indonesia Tentang Sistem Pendidikan Nasional (sisdiknas) Nomor 20 Tahun 2003.
Bandung : Nuansa Aulia.
_______2009. Himpunan Perundang-undangan
Republik Indonesia Tentang Guru dan Dosen. Bandung : Nuansa Aulia.
b. Landasan
ilmiah teknologi pendidikan
Jawab:
Landasan Ilmiah dan Teknologis dalam Pendidikan
www.pendidikanekonomi.com/.../landasan-ilmiah-dan-teknologis-dalam....
Landasan Ilmiah dan
Teknologis dalam Pendidikan, Pendidikan Ekonomi, ... Pengertian tentang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. ...
Baca Juga Artikel ini:.
"Lifelong
Education"
Landasan Ilmiah dan Teknologis dalam Pendidikan
Posted
by Budi
Wahyono
Posted by Budi Wahyono
Pendidikan
serta ilmu pengetahuan dan teknologi mempunyai kaitan yang sangat erat. Saat
ini iptek menjadi bagian utama dalam isi pengajaran, dengan kata lain,
pendidikan berperan sangat penting dalam pewarisan dan pengembangan iptek. Dari
sisi lain setiap perkembangan iptek harus segera diakomodasikan oleh
pendidikan. Selain itu pendidikan sangat dipengaruhi oleh sejumlah
cabang-cabang iptek. Dengan perkembangan iptek dan kebutuhan masyarakat yang
makin kompleks maka pendidikan dalam segala aspeknya mau tak mau harus
mengakomodasi perkembangan itu, baik perkembangan iptek maupun perkembangan
masyarakat.
Pengertian
tentang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
Pengetahuan
adalah segala sesuatu yang diperoleh melalui berbagai cara penginderaan
terhadap fakta, penalaran, intuisi, dan wahyu. Pengetahuan yang telah memenuhi
kriteria dari segi ontologism, epistemologis, dan aksiologis secara konsekuen
biasa disebut ilmu. Dengan demikian pengetahuan mencakup berbagai cabang ilmu.
Oleh karena itu, istilah ilmu atau ilmu pengetahuan dapat bermakna kumpulan
informasi, carqa memperoleh informasi serta manfaat dari informasi itu sendiri.
Ketiga sisi ilmu tersebut seharusnya mendapatkakn perhatian yang proporsional
dalam penentuan bahan ajaran, dengan demikian pendidikan bukan hanya berperan
dalam pewarisan iptek tetapi juga ikut menyiapkan manusia yang sadar iptek dan
calon pakar iptek.
Perkembangan
Iptek Sebagai Landasan Ilmiah.
Iptek
merupakan salah satu hasil dari usaha manusia untuk mencapai kehidupan yang
lebih baik, yang telah dimulai pada permulaan kehidupan manusia. Pengembangan
dan pemanfaatan iptek pada umumnya ditempuh rangkaian kegiatan: penelitian
dasar, penelitian terapan, pengembangan teknologi, dan penerapan teknologi
serta biasanya diikuti pula dengan evaluasi ethis-politis-religius. Lembaga
pendidikan, utamanya pendidikan jalur sekolah harus mampu mengakomodasi dan
mengantisipasi perkembangan iptek. Bahan ajar yang digunakan dalam pembelajaran
harusnya hasil dari perkembangan iptek mutakhir.
-
See more at:
http://www.pendidikanekonomi.com/2012/12/landasan-ilmiah-dan-teknologis-dalam.html#sthash.1bQOQwVE.dpuf
c. Landasan
teori dan konsep sistem
Jawab:
sumarnie_TP: LANDASAN TEORI DAN KONSEP SISTEM
sumarnie67.blogspot.com/2010/.../landasan-teori-dan-konsep-sistem.htm...
7
Jan 2010 - Dalam makalah
ini akan dibahas konteks dari landasan teori dan konsep
teknologi pendidikan dengan membahas perkembangan pendidikan ...
Kamis, 07 Januari 2010
LANDASAN TEORI DAN KONSEP SISTEM
A. Pendahuluan
Pendidikan
bukan merupakan sesuatu yang asing bagi kita, terlebih lagi karena kita
bergerak di bidang pendidikan. Juga pasti kita sepakat bahwa pendidikan
diperlukan oleh semua orang. Bahkan dapat dikatakan bahwa pendidikan itu
dialami oleh semua manusia dari semua golongan. Tetapi seringkali, orang
melupakan makna dan hakikat pendidikan itu sendiri. Layaknya hal lain yang
sudah menjadi rutinitas, cenderung terlupakan makna dasar dan hakikatnya.
Setiap
orang yang terlibat dalam dunia pendidikan sepatutnya selalu merenungkan makna
dan hakikat pendidikan, merefleksikannya di tengah-tengah tindakan/aksi dalam
dunia yang digelutinya dan melakukan tindakan/aksi sebagai buah refleksinya.
Dengan singkat, dapat kita katakan hal ini sebagai pendidikan dalam praxis atau
praxis dalam pendidikan.
Pendidikan
merupakan proses yang terus menerus, tidak berhenti. Dalam proses pendidikan
ini, keluhuran martabat manusia dipegang erat karena manusia (yang terlibat
dalam pendidikan ini) adalah “subyek” dari – pendidikan. Karena merupakan
subyek di dalam pendidikan, maka dituntut suatu tanggung jawab agar tercapai
suatu hasil pendidikan yang baik. Jika memperhatikan bahwa manusia itu sebagai
subyek dan pendidikan meletakkan hakikat manusia pada hal yang terpenting, maka
perlu diperhatikan juga masalah otonomi pribadi. Maksudnya adalah, manusia
sebagai subyek pendidikan harus bebas untuk “ada” sebagai dirinya yaitu manusia
yang berpribadi, yang bertanggung jawab.
Melalui pendidikan manusia menyadari hakikat dan martabatnya di dalam relasinya yang tak terpisahkan dengan alam lingkungannya dan sesamanya. Itu berarti, pendidikan sebenarnya mengarahkan manusia menjadi insan yang sadar diri dan sadar lingkungan. Dari kesadarannya itu mampu memperbarui diri dan lingkungannya tanpa kehilangan kepribadian dan tidak tercerabut dari akar tradisinya.
Sehingga dengan pendidikan ini menimbulkan konsep pendidikan, tumbuh berkembangnya suatu konsep tidak akan terlepas dari konteks dimana konsep itu dapat tumbuh, serta apa dan bagaimana awal perkembangan konsep itu sendiri. Misalnya, konsep sekolah yang merupakan lembaga khusus untuk menyelengarakan pendidikan akan dapat tumbuh bilamana konteks masyarakat memungkinkannya adanya kebutuhan yang dirasakan oleh pembuatan masyarakat, adanya tenaga professional yang mengelola dan sebagainya. Dalam bahasa keseharian, konteks dapat dianalogikan dengan lahan, dan awal konsep rumusan konsep, dianalogikan dengan benih. Sehingga lahan yang masih kosong dapat ditumbuhkan benih didalamnya.
Melalui pendidikan manusia menyadari hakikat dan martabatnya di dalam relasinya yang tak terpisahkan dengan alam lingkungannya dan sesamanya. Itu berarti, pendidikan sebenarnya mengarahkan manusia menjadi insan yang sadar diri dan sadar lingkungan. Dari kesadarannya itu mampu memperbarui diri dan lingkungannya tanpa kehilangan kepribadian dan tidak tercerabut dari akar tradisinya.
Sehingga dengan pendidikan ini menimbulkan konsep pendidikan, tumbuh berkembangnya suatu konsep tidak akan terlepas dari konteks dimana konsep itu dapat tumbuh, serta apa dan bagaimana awal perkembangan konsep itu sendiri. Misalnya, konsep sekolah yang merupakan lembaga khusus untuk menyelengarakan pendidikan akan dapat tumbuh bilamana konteks masyarakat memungkinkannya adanya kebutuhan yang dirasakan oleh pembuatan masyarakat, adanya tenaga professional yang mengelola dan sebagainya. Dalam bahasa keseharian, konteks dapat dianalogikan dengan lahan, dan awal konsep rumusan konsep, dianalogikan dengan benih. Sehingga lahan yang masih kosong dapat ditumbuhkan benih didalamnya.
Setiap
konsep tentu memerlukan istilah atau nama yang diciptakan sebagai lambang untuk
mengidentifikasi konsep yang dimaksud, misalnya istilah sekolah dan untuk
mengomunikasikan gagasan yang ada didalamnya. Istilah itu harus menunjukkan
gagasan yaitu gambaran mental mengenai suatu gejala dan harus pula mewakili
adanya sejumlah rujukan yaitu gejala kongkrit yang dapat dikenal denga
penginderaan. Sedangkan gagasan mengarahkan memberikan batasan pada sejumlah
kenyatan yang terdapat dalam rujukan.
Dalam
makalah ini akan dibahas konteks dari landasan teori dan konsep teknologi
pendidikan dengan membahas perkembangan pendidikan dan teknologi, dilanjutkan
dengan pembahasan perkembangan konsep teknologi pendidikan.
B. Definisi Landasan Teori
Landasan
teori memuat teori-teori atau konsep-konsep dasar, yang diambil dari buku-buku
acuan yang langsung berkaitan dengan bidang ilmu yang diteliti sebagai
tuntunan, untuk memecahkan masalah penelitian dan untuk merumuskan hipotesis
(Ardiansyah, 2006).
Tanpa teori dalam arti seperangkat alasan dan rasional yang konsisten dan saling berhubungan maka tindakan-tindakan dalam pendidikan hanya didasarkan atas alasan-alasan yang kebetulan, seketika dan aji mumpung. Hal itu tidak boleh terjadi karena setiap tindakan pendidikan bertujuan menunaikan nilai yang terbaik bagi peserta didik dan pendidik. Bahkan pengajaran yang baik sebagai bagian dari pendidikan selain memerlukan proses dan alasan rasional serta intelektual juga terjalin oleh alasan yang bersifat moral. Sebabnya ialah karena unsur manusia yang dididik dan memerlukan pendidikan adalah makhluk manusia yang harus menghayati nilai-nilai agar mampu mendalami nilai-nilai dan menata perilaku serta pribadi sesuai dengan harkat nilai-nilai yang dihayati itu.
Pendidikan tidak dilakukan kecuali oleh orang-orang yang mampu bertanggung jawab secara rasional, sosial dan moral. Sebaliknya apabila pendidikan dalam praktek dipaksakan tanpa teori dan alasan yang memadai maka hasilnya adalah bahwa semua pendidik dan peserta didik akan merugi. Kita merugi karena tidak mampu bertanggung jawab atas esensi perbuatan masing-masing dan bersama-sama dalam pengamalan Pancasila. Pancasila yang baik dan memadai, konsisten antara pengamalan (lahiriah) dan penghayatan (psikologis) dan penataan nilai secara internal. Dalam hal ini kita bukan menyaksikan kegiatan (praktek) pendidikan tanpa dasar teorinya tetapi suatu praktek pendidikan nasional tanpa suatu teori yang baik.
Tanpa teori dalam arti seperangkat alasan dan rasional yang konsisten dan saling berhubungan maka tindakan-tindakan dalam pendidikan hanya didasarkan atas alasan-alasan yang kebetulan, seketika dan aji mumpung. Hal itu tidak boleh terjadi karena setiap tindakan pendidikan bertujuan menunaikan nilai yang terbaik bagi peserta didik dan pendidik. Bahkan pengajaran yang baik sebagai bagian dari pendidikan selain memerlukan proses dan alasan rasional serta intelektual juga terjalin oleh alasan yang bersifat moral. Sebabnya ialah karena unsur manusia yang dididik dan memerlukan pendidikan adalah makhluk manusia yang harus menghayati nilai-nilai agar mampu mendalami nilai-nilai dan menata perilaku serta pribadi sesuai dengan harkat nilai-nilai yang dihayati itu.
Pendidikan tidak dilakukan kecuali oleh orang-orang yang mampu bertanggung jawab secara rasional, sosial dan moral. Sebaliknya apabila pendidikan dalam praktek dipaksakan tanpa teori dan alasan yang memadai maka hasilnya adalah bahwa semua pendidik dan peserta didik akan merugi. Kita merugi karena tidak mampu bertanggung jawab atas esensi perbuatan masing-masing dan bersama-sama dalam pengamalan Pancasila. Pancasila yang baik dan memadai, konsisten antara pengamalan (lahiriah) dan penghayatan (psikologis) dan penataan nilai secara internal. Dalam hal ini kita bukan menyaksikan kegiatan (praktek) pendidikan tanpa dasar teorinya tetapi suatu praktek pendidikan nasional tanpa suatu teori yang baik.
C. Macam-Macam Landasan Teori dalam Teknologi Pendidikan
1.
Landasan Teori dalam llmu Perilaku
Ilmu
perilaku, khususnya teori belajar, merupakan ilmu yang utama untuk
memperkembangkan teknologi pembelajaran. Bahkan Deterline berpendapat bahwa
teknologi pembelajaran merupakan aplikasi teknologi perilaku, yaitu untuk
menghasilkan perilaku tertentu secara sistematik guna keperluan pembelajaran.
Landasan
perilaku merupakan landasan yang dapat memberikan pemahaman bagi pendidik
tentang perilaku individu yang menjadi sasaran layanan (klien). Untuk
kepentingan bimbingan dan konseling, beberapa kajian psikologi yang perlu
dikuasai oleh pendidik adalah tentang : (a) motif dan motivasi, (b) pembawaan
dan lingkungan, (c) perkembangan individu, (d) belajar, dan (e) kepribadian.
a.
Motif dan Motivasi
Motif
dan motivasi berkenaan dengan dorongan yang menggerakkan seseorang berperilaku
baik motif primer yaitu motif yang didasari oleh kebutuhan asli yang dimiliki
oleh individu semenjak dia lahir, seperti : rasa lapar, bernafas dan sejenisnya
maupun motif sekunder yang terbentuk dari hasil belajar, seperti rekreasi,
memperoleh pengetahuan atau keterampilan tertentu dan sejenisnya. Selanjutnya
motif-motif tersebut tersebut diaktifkan dan digerakkan,– baik dari dalam diri
individu (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik)–,
menjadi bentuk perilaku instrumental atau aktivitas tertentu yang mengarah pada
suatu tujuan.
b. Pembawaan dan Lingkungan
b. Pembawaan dan Lingkungan
Pembawaan
dan lingkungan berkenaan dengan faktor-faktor yang membentuk dan mempengaruhi
perilaku individu. Pembawaan yaitu segala sesuatu yang dibawa sejak lahir dan
merupakan hasil dari keturunan, yang mencakup aspek psiko-fisik, seperti
struktur otot, warna kulit, golongan darah, bakat, kecerdasan, atau
ciri-ciri-kepribadian tertentu. Pembawaan pada dasarnya bersifat potensial yang
perlu dikembangkan dan untuk mengoptimalkan dan mewujudkannya bergantung pada
lingkungan dimana individu itu berada. Pembawaan dan lingkungan setiap individu
akan berbeda-beda. Ada individu yang memiliki pembawaan yang tinggi dan ada
pula yang sedang atau bahkan rendah. Misalnya dalam kecerdasan, ada yang sangat
tinggi (jenius), normal atau bahkan sangat kurang (debil, embisil atau ideot).
Demikian pula dengan lingkungan, ada individu yang dibesarkan dalam lingkungan
yang kondusif dengan sarana dan prasarana yang memadai, sehingga segenap
potensi bawaan yang dimilikinya dapat berkembang secara optimal. Namun ada pula
individu yang hidup dan berada dalam lingkungan yang kurang kondusif dengan
sarana dan prasarana yang serba terbatas sehingga segenap potensi bawaan yang
dimilikinya tidak dapat berkembang dengan baik.dan menjadi tersia-siakan.
c.
Perkembangan Individu
Perkembangan
individu berkenaan dengan proses tumbuh dan berkembangnya individu yang
merentang sejak masa konsepsi (pra natal) hingga akhir hayatnya, diantaranya
meliputi aspek fisik dan psikomotorik, bahasa dan kognitif/kecerdasan, moral
dan sosial. Beberapa teori tentang perkembangan individu yang dapat dijadikan
sebagai rujukan, diantaranya : (1) Teori dari McCandless tentang pentingnya
dorongan biologis dan kultural dalam perkembangan individu; (2) Teori dari
Freud tentang dorongan seksual; (3) Teori dari Erickson tentang perkembangan
psiko-sosial; (4) Teori dari Piaget tentang perkembangan kognitif; (5) teori
dari Kohlberg tentang perkembangan moral; (6) teori dari Zunker tentang
perkembangan karier; (7) Teori dari Buhler tentang perkembangan sosial; dan (8)
Teori dari Havighurst tentang tugas-tugas perkembangan individu semenjak masa
bayi sampai dengan masa dewasa.
d.
Belajar
Belajar
merupakan salah satu konsep yang amat mendasar dari psikologi. Manusia belajar
untuk hidup. Tanpa belajar, seseorang tidak akan dapat mempertahankan dan
mengembangkan dirinya, dan dengan belajar manusia mampu berbudaya dan
mengembangkan harkat kemanusiaannya. Inti perbuatan belajar adalah upaya untuk
menguasai sesuatu yang baru dengan memanfaatkan yang sudah ada pada diri
individu. Penguasaan yang baru itulah tujuan belajar dan pencapaian sesuatu
yang baru itulah tanda-tanda perkembangan, baik dalam aspek kognitif, afektif
maupun psikomotor/keterampilan. Untuk terjadinya proses belajar diperlukan
prasyarat belajar, baik berupa prasyarat psiko-fisik yang dihasilkan dari
kematangan atau pun hasil belajar sebelumnya.
e.
Kepribadian
Hingga
saat ini para ahli tampaknya masih belum menemukan rumusan tentang kepribadian
secara bulat dan komprehensif.. Dalam suatu penelitian kepustakaan yang
dilakukan oleh Gordon W. Allport (Calvin S. Hall dan Gardner Lindzey, 2005)
menemukan hampir 50 definisi tentang kepribadian yang berbeda-beda. Berangkat
dari studi yang dilakukannya, akhirnya dia menemukan satu rumusan tentang
kepribadian yang dianggap lebih lengkap. Menurut pendapat dia bahwa kepribadian
adalah organisasi dinamis dalam diri individu sebagai sistem psiko-fisik yang
menentukan caranya yang unik dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungannya.
Kata kunci dari pengertian kepribadian adalah penyesuaian diri. Scheneider
dalam Syamsu Yusuf (2003) mengartikan penyesuaian diri sebagai “suatu proses
respons individu baik yang bersifat behavioral maupun mental dalam upaya
mengatasi kebutuhan-kebutuhan dari dalam diri, ketegangan emosional, frustrasi
dan konflik, serta memelihara keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan tersebut
dengan tuntutan (norma) lingkungan.
2.
Landasan Teori dalam llmu Komunikasi
Edgar
Dale menyatakan bahwa teori komunikasi merupakan suatu metode yang paling
berguna dalam usaha meningkatkan efektifitas bahan audiovisual. Pada masa itu
memang pendekatan dalam teknologi pendidikan masih condong ke pendekatan media.
Hoban berpendapat bahwa pendekatan yang paling berguna untuk memahami dan meningkatkan efisiensi dibidang audiovisual adalah melalui konsep komunikasi. Orientasi komunikasi ini menyebabkan lebih diperhatikannya proses komunikasi informasi secara menyeluruh.
Pada awalnya teori komunikasi yang paling mendapat perhatian yang dikemukakan oleh Shannon dan Weafer yang sebenarnya merupakan teori matematis dalam komunikasi. Setelah teori tersebut timbullah teori komunikasi yang dikemukakan oleh Bherlo dan teori ini dianggap merupakan pembaharuan karena implikasinya dalam teknologi pendidikan menyebabkan dimasukkannya orang dan bahan sebagai sumber yang merupakan bagian integral dari teknologi pendidikan. Yang terakhir memberikan teori adalah Schramm berpendapat perlunya dilakukan penelitian terus menerus dalam kaitan antara media komunikasi dan pendidikan, yaitu suatu kawasan teknologi pendidikan. Hal ini juga menunjukkan bahwa teknologi pendidikan sebagai satuan pengetahuan yang terorganisasikan akan senantiasa berkembang dengan adanya penelitian. (Dalam Miarso, 2007 :115-119)
Hoban berpendapat bahwa pendekatan yang paling berguna untuk memahami dan meningkatkan efisiensi dibidang audiovisual adalah melalui konsep komunikasi. Orientasi komunikasi ini menyebabkan lebih diperhatikannya proses komunikasi informasi secara menyeluruh.
Pada awalnya teori komunikasi yang paling mendapat perhatian yang dikemukakan oleh Shannon dan Weafer yang sebenarnya merupakan teori matematis dalam komunikasi. Setelah teori tersebut timbullah teori komunikasi yang dikemukakan oleh Bherlo dan teori ini dianggap merupakan pembaharuan karena implikasinya dalam teknologi pendidikan menyebabkan dimasukkannya orang dan bahan sebagai sumber yang merupakan bagian integral dari teknologi pendidikan. Yang terakhir memberikan teori adalah Schramm berpendapat perlunya dilakukan penelitian terus menerus dalam kaitan antara media komunikasi dan pendidikan, yaitu suatu kawasan teknologi pendidikan. Hal ini juga menunjukkan bahwa teknologi pendidikan sebagai satuan pengetahuan yang terorganisasikan akan senantiasa berkembang dengan adanya penelitian. (Dalam Miarso, 2007 :115-119)
3.
Landasan Teori dalam ilmu Sosiologi
Dalam
ilmu sosiologi, manusia merupakan makhluk sosial, saling berinteraksi satu sama
lain, sehingga jika dikaitkan dengan teknologi pendidikan,ilmu sosiologi
menyatakan bahwa teknologi bukan hanya untuk masing-masing orang tetapi untuk
semua orang.
Pendidikan sebagai gejala sosial dalam kehidupan mempunyai landasan individual, sosial dan cultural. Pada skala mikro pendidikan bagi individu dan kelompok kecil berlangsung dalam skala relatif tebatas seperti antara sesama sahabat, antara seorang guru dengan satu atau sekelompok kecil siswanya, serta dalam keluarga antara suami dan isteri, antara orang tua dan anak serta anak lainnya. Pendidikan dalam skala mikro diperlukan agar manusia sebagai individu berkembang semua potensinya dalam arti perangkat pembawaanya yang baik dengan lengkap. Manusia berkembang sebagai individu menjadi pribadi yang unik yang bukan duplikat pribadi lain. Tidak ada manusia yang diharap mempunyai kepribadian yang sama sekalipun keterampilannya hampir serupa. Dengan adanya individu dan kelompok yang berbeda-beda diharapkan akan mendorong terjadinya perubahan masyarakat dengan kebudayaannya secara progresif. Pada tingkat dan skala mikro pendidikan merupakan gejala sosial yang mengandalkan interaksi manusia sebagai sesama (subyek) yang masing-masing bernilai setara. Tidak ada perbedaan hakiki dalam nilai orang perorang karena interaksi antar pribadi (interpersonal) itu merupakan perluasan dari interaksi internal dari seseorang dengan dirinya sebagai orang lain, atau antara saya sebagai orang kesatu (yaitu aku) dan saya sebagai orang kedua atau ketiga (yaitu daku atau-ku; harap bandingkan dengan pandangan orang Inggris antara I dan me).
Pendidikan sebagai gejala sosial dalam kehidupan mempunyai landasan individual, sosial dan cultural. Pada skala mikro pendidikan bagi individu dan kelompok kecil berlangsung dalam skala relatif tebatas seperti antara sesama sahabat, antara seorang guru dengan satu atau sekelompok kecil siswanya, serta dalam keluarga antara suami dan isteri, antara orang tua dan anak serta anak lainnya. Pendidikan dalam skala mikro diperlukan agar manusia sebagai individu berkembang semua potensinya dalam arti perangkat pembawaanya yang baik dengan lengkap. Manusia berkembang sebagai individu menjadi pribadi yang unik yang bukan duplikat pribadi lain. Tidak ada manusia yang diharap mempunyai kepribadian yang sama sekalipun keterampilannya hampir serupa. Dengan adanya individu dan kelompok yang berbeda-beda diharapkan akan mendorong terjadinya perubahan masyarakat dengan kebudayaannya secara progresif. Pada tingkat dan skala mikro pendidikan merupakan gejala sosial yang mengandalkan interaksi manusia sebagai sesama (subyek) yang masing-masing bernilai setara. Tidak ada perbedaan hakiki dalam nilai orang perorang karena interaksi antar pribadi (interpersonal) itu merupakan perluasan dari interaksi internal dari seseorang dengan dirinya sebagai orang lain, atau antara saya sebagai orang kesatu (yaitu aku) dan saya sebagai orang kedua atau ketiga (yaitu daku atau-ku; harap bandingkan dengan pandangan orang Inggris antara I dan me).
Pada
skala makro pendidikan berlangsung dalam ruang lingkup yang besar seperti dalam
masyarakat antar desa, antar sekolah, antar kecamatan, antar kota, masyarakat
antar suku dan masyarakat antar bangsa. Dalam skala makro masyarakat
melaksanakan pendidikan bagi regenerasi sosial yaitu pelimpahan harta budaya
dan pelestarian nilai-nilai luhur dari suatu generasi kepada generasi muda
dalam kehidupan masyarakat. Diharapkan dengan adanya pendidikan dalam arti luas
dan skala makro maka perubahan sosial dan kestabilan masyarakat berangsung
dengan baik dan bersama-sama. Pada skala makro ini pendidikan sebagai gejala
sosial sering terwujud dalam bentuk komunikasi terutama komunikasi dua arah.
Dilihat dari sisi makro, pendidikan meliputi kesamaan arah dalam pikiran dan
perasaan yang berakhir dengan tercapainya kemandirian oleh peserta didik. Maka
pendidikan dalam skala makro cenderung dinilai bersifat konservatif dan
tradisional karena sering terbatas pada penyampaian bahan ajar kepada peserta
didik dan bisa kehilangan ciri interaksi yang afektif.
4.
Landasan Teori dalam Ilmu Filsafat
Landasan
filsafat pendidikan memberi perspektif filosofis yang seyogyanya merupakan
“kacamata” yang dikenakan dalam memandang menyikapi serta melaksanakan
tugasnya. Oleh karena itu maka ia harus dibentuk bukan hanya mempelajari
tentang filsafat, sejarah dan teori pendidikan, psikologi, sosiologi,
antropologi atau disiplin ilmu lainnya, akan tetapi dengan memadukan
konsep-konsep, prinsip-prinsip serta pendekatan-pendekatannya kepada kerangka
konseptual kependidikan.
Dengan demikian maka landasan filsafat pendidikan harus tercermin didalam semua, keputusan serta perbuatan pelaksanaan tugas- tugas keguruan, baik instruksional maupun non-instruksional, atau dengan pendekatan lain, semua keputusan serta perbuatan guru yang dimaksud harus bersifat pendidikan.
Dengan demikian maka landasan filsafat pendidikan harus tercermin didalam semua, keputusan serta perbuatan pelaksanaan tugas- tugas keguruan, baik instruksional maupun non-instruksional, atau dengan pendekatan lain, semua keputusan serta perbuatan guru yang dimaksud harus bersifat pendidikan.
Akhirnya,
sebagai pekerja professional guru dfan tenaga kependidikan harus memperoleh
persiapan pra-jabatan guru dfan tenaga kependidikan harus dilandasi oleh
seperangkat asumsi filosofis yang pada hakekatnya merupakan penjabaran dari
konsep yang lebih tepat daripada landasan ilmiah pendidikan dan ilmu
pendidikan.
Landasan
filosofis merupakan landasan yang dapat memberikan arahan dan pemahaman
khususnya bagi pendidik dalam melaksanakan setiap kegiatan pendidikan yang
lebih bisa dipertanggungjawabkan secara logis, etis maupun estetis.Landasan
filosofis dalam pendidikan terutama berkenaan dengan usaha mencari jawaban yang
hakiki atas pertanyaan filosofis tentang : apakah manusia itu ? Untuk menemukan
jawaban atas pertanyaan filosofis tersebut, tentunya tidak dapat dilepaskan
dari berbagai aliran filsafat yang ada, mulai dari filsafat klasik sampai
dengan filsafat modern dan bahkan filsafat post-modern. Dari berbagai aliran
filsafat yang ada, para penulis Barat .(Victor Frankl, Patterson, Alblaster
& Lukes, Thompson & Rudolph, dalam Prayitno, 2003) telah
mendeskripsikan tentang hakikat manusia sebagai berikut :
§ Manusia
adalah makhluk rasional yang mampu berfikir dan mempergunakan ilmu untuk meningkatkan
perkembangan dirinya.
§ Manusia
dapat belajar mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya apabila dia berusaha
memanfaatkan kemampuan-kemampuan yang ada pada dirinya.
§ Manusia
berusaha terus-menerus memperkembangkan dan menjadikan dirinya sendiri
khususnya melalui pendidikan.
§ Manusia
dilahirkan dengan potensi untuk menjadi baik dan buruk dan hidup berarti upaya
untuk mewujudkan kebaikan dan menghindarkan atau setidak-tidaknya mengontrol
keburukan.
§ Manusia
memiliki dimensi fisik, psikologis dan spiritual yang harus dikaji secara
mendalam.
§ Manusia
akan menjalani tugas-tugas kehidupannya dan kebahagiaan manusia terwujud
melalui pemenuhan tugas-tugas kehidupannya sendiri.
§ Manusia
adalah unik dalam arti manusia itu mengarahkan kehidupannya sendiri.
§ Manusia
adalah bebas merdeka dalam berbagai keterbatasannya untuk membuat
pilihan-pilihan yang menyangkut perikehidupannya sendiri. Kebebasan ini
memungkinkan manusia berubah dan menentukan siapa sebenarnya diri manusia itu
adan akan menjadi apa manusia itu.
§ Manusia
pada hakikatnya positif, yang pada setiap saat dan dalam suasana apapun,
manusia berada dalam keadaan terbaik untuk menjadi sadar dan berkemampuan untuk
melakukan sesuatu.
Dengan memahami hakikat manusia tersebut maka setiap upaya pendidikan diharapkan tidak menyimpang dari hakikat tentang manusia itu sendiri. Seorang pendidik dalam berinteraksi dengan kliennya harus mampu melihat dan memperlakukan peserta didik sebagai sosok utuh manusia dengan berbagai dimensinya.
Dengan memahami hakikat manusia tersebut maka setiap upaya pendidikan diharapkan tidak menyimpang dari hakikat tentang manusia itu sendiri. Seorang pendidik dalam berinteraksi dengan kliennya harus mampu melihat dan memperlakukan peserta didik sebagai sosok utuh manusia dengan berbagai dimensinya.
5. Landasan
Teori dari Disiplin Lain
James Finn (1972), pada
tahun 1957 telah mencanangkan perlunya diadakan:
a. Penilaian
menyeluruh tentang watak teknologi yang baru serta implikasinya dalam bidang
pendidikan
b. Pembaruan
organisasi, prosedur dan isi pendidikan, yang akan menjembatani jurang yang
terjadi karena meroketnya perkembangan teknologi dan perkembangan pendidikan
yang berjalan seperti siput.
c. Aplikasi
konsep dan proses yang berguna dari teknologi dalam usaha pendidikan sebagai
usaha menutupi jurang perbedaan yang makin melebar.
Lumsdaine
(1964), lebih terinci ulasannya tentang pengaruh teknologi dan perekayasaan
dalam bidang teknologi pendidikan. Misalnya dari kimia ditemukan litografi dan
fotografi dari rekayasa mekanik ditemukan mesin cetak dan peralatan proyeksi.
Sedang penggabungan dari mekanik, optik, elektrik, dan elektronik dihasilkan
gambar hidup, alat perekam, radio, televisi, mesin pembelajaran dan computer.
Adalah tugas bidang teknologi pendidikan kemudian untuk menjabarkan keserasian
perangkat keras teknologi itu dengan hasil-hasil penelitian dalam ilmu perilaku
dan teori belajar.
D. Definisi Sistem
Sistem
adalah jaringan kerja dari beberapa prosedur yang saling berhubungan, berkumpul
bersama untuk melakukan suatu kegiatan atauuntuk menyelesaikan suatu sasaran
yang tertentu. (Gunadarma, 2006).
Sistem berasal dari bahasa Latin (systēma) dan bahasa Yunani (sustēma) adalah suatu kesatuan yang terdiri komponen atau elemen yang dihubungkan bersama untuk memudahkan aliran informasi, materi atau energi. Istilah ini sering dipergunakan untuk menggambarkan suatu set entitas yang berinteraksi, di mana suatu model matematika seringkali bisa dibuat.
Sistem berasal dari bahasa Latin (systēma) dan bahasa Yunani (sustēma) adalah suatu kesatuan yang terdiri komponen atau elemen yang dihubungkan bersama untuk memudahkan aliran informasi, materi atau energi. Istilah ini sering dipergunakan untuk menggambarkan suatu set entitas yang berinteraksi, di mana suatu model matematika seringkali bisa dibuat.
Sistem
juga merupakan kesatuan bagian-bagian yang saling berhubungan yang berada dalam
suatu wilayah serta memiliki item-item penggerak, contoh umum misalnya seperti
negara. Negara merupakan suatu kumpulan dari beberapa elemen kesatuan lain
seperti provinsi yang saling berhubungan sehingga membentuk suatu negara dimana
yang berperan sebagai penggeraknya yaitu rakyat yang berada dinegara tersebut.
Kata
"sistem" banyak sekali digunakan dalam percakapan sehari-hari, dalam
forum diskusi maupun dokumen ilmiah. Kata ini digunakan untuk banyak hal, dan
pada banyak bidang pula, sehingga maknanya menjadi beragam. Dalam pengertian
yang paling umum, sebuah sistem adalah sekumpulan benda yang memiliki hubungan
di antara mereka.
Pada
prinsipnya, setiap sistem selalu terdiri atas empat elemen:
§ Objek,
yang dapat berupa bagian, elemen, ataupun variabel. Ia dapat benda fisik,
abstrak, ataupun keduanya sekaligus; tergantung kepada sifat sistem tersebut.
§ Atribut,
yang menentukan kualitas atau sifat kepemilikan sistem dan objeknya.
§ Hubungan
internal, di antara objek-objek di dalamnya.
§ Lingkungan,
tempat di mana sistem berada.
Ada berbagai tipe sistem berdasarkan kategori:
Ada berbagai tipe sistem berdasarkan kategori:
§ Atas
dasar keterbukaan:
Ø Sistem
terbuka, dimana pihak luar dapat mempengaruhinya.
Ø Sistem
tertutup.
§ Atas
dasar komponen:
Ø Sistem
fisik, dengan komponen materi dan energi.
Ø Sistem
non-fisik atau konsep, berisikan ide-ide.
E. Konsep
Sistem dalam Teknologi Pendidikan
Dalam teknologi pendidikan dikenal beberapa pendekatan dalam proses belajar mengajar. Pendekatan tersebut pada prinsipnya merupakan suatu sistem yang dapat dibedakan satu dengan yang lainnya.
Secara sederhana, sistem pendidikan terdiri dari masukan (input) yang terdiri dari orang, informasi dan sumber lainnya. Sedangkan keluarannya (output) adalah orang-orang dalam kondisi yang mempunyai kemampuan yang lebih baik dari semula. Dalam sistem di atas, proses belajar-mengajar terletak di tengah-tengah, di antara input dan output. Terdapat 2 kelompok pendekatan yang digunakan dalam mendefinisikan sistem, yaitu :
1. menekankan
pada prosedur yang digunakan dalam sistem dan mendefinisikan sistem sebagai
jaringan prosedur, metode, dan cara kerja yang saling berinteraksi dan
dilakukan untuk pencapaian suatu tujuan tertentu.
2. Lebih
menekankan pada elemen atau komponen penyusun sistem, mendefinisikan sebagai
kumpulan elemen baik abstrak maupun fisik yang saling berinteraksi untuk
mencapai tujuan tertentu.
Kedua
definisi tersebut sama benarnya dan tidak saling bertentangan. Yang berbeda
hanyalah cara pendekatan yang dilakukan pada sistem. Karena pada hakekatnya
setiap komponen sistem, untuk dapat saling berinteraksi dan untuk dapat
mencapai tujuan tertentu harus melakukan sejumlah prosedur, metode, dan cara
kerja yang juga saling berinteraksi. Beberapa karakteristik sistem informasi
adalah sasaran, sumber daya, jaringan komunikasi, konversi data, masukan data,
keluaran informasi, dan pengguna-pengguna informasi..
Masukan terdiri dari semua arus berwujud (tangible) yang masuk ke dalam sistem di samping juga dampak tak berwujud (intangible) terhadap sistem. Keluaran terdiri dari semua arus keluar atau hasil. Dan proses terdiri dari metode yang digunakan untuk mengubah masukan menjadi keluaran. Mekanisme kerja dalam suatu sistem dijelaskan dalam gambar berikut :
Gambar 1. Mekanisme Kerja Sistem
Masukan terdiri dari semua arus berwujud (tangible) yang masuk ke dalam sistem di samping juga dampak tak berwujud (intangible) terhadap sistem. Keluaran terdiri dari semua arus keluar atau hasil. Dan proses terdiri dari metode yang digunakan untuk mengubah masukan menjadi keluaran. Mekanisme kerja dalam suatu sistem dijelaskan dalam gambar berikut :
Gambar 1. Mekanisme Kerja Sistem
Sasaran
sistem mempengaruhi dan sering mengendalikan konten masukan menjadi keluaran.
Pada sistem demikian, biasanya terdapat dua pendekatan yang dapat dilaksanakan,
yaitu pendekatan yang berorientasi pada guru dan pendekatan yang berorientasi
pada siswa. Pendekatan pertama, merupakan sistem yang konvensional. Hampir
seluruh kegiatan belajar-mengajar dikendalikan oleh guru. Melalui pendekatan
ini, guru mengomunikasikan pengetahuannya kepada murid dalam beberapa bentuk
bahasan atau materi yang sudah disiapkan. Metode yang dipakai adalah ceramah
atau tatap muka.
Pendekatan ini mempunyai keuntungan, yaitu memudahkan pendidikan mengefisiensikan akomodasi dan sumber-sumber peralatan, serta mempermudah jadwal yang efektif oleh para staf.
Kelemahannya, keberhasilan belajar murid tergantung keterampilan dan kemampuan guru serta bahan dan materi yang dibawakannya. Kondisi ini hanya menguntungkan apabila pengajar sangat berpengalaman dan berbakat. Kelemahan lainnya, proses belajar terikat pada suatu jadwal yang kaku dan akan menyulitkan murid apabila suatu saat tidak dapat mengikuti pelajaran karena tidak mendapat pengulangan yang memadai.
Pendekatan ini mempunyai keuntungan, yaitu memudahkan pendidikan mengefisiensikan akomodasi dan sumber-sumber peralatan, serta mempermudah jadwal yang efektif oleh para staf.
Kelemahannya, keberhasilan belajar murid tergantung keterampilan dan kemampuan guru serta bahan dan materi yang dibawakannya. Kondisi ini hanya menguntungkan apabila pengajar sangat berpengalaman dan berbakat. Kelemahan lainnya, proses belajar terikat pada suatu jadwal yang kaku dan akan menyulitkan murid apabila suatu saat tidak dapat mengikuti pelajaran karena tidak mendapat pengulangan yang memadai.
Pendekatan
kedua, adalah proses belajar-mengajar dengan menekankan ciri-ciri dan kebutuhan
murid secara individual. Dalam hal ini guru hanya sebagai penunjang.
Keuntungannya, pendekatan ini memungkinkan murid belajar dan memperoleh
kesempatan yang luas sesuai dengan kemampuan masing-masing. Kelemahannya, bila
murid pasif dalam belajar karena sistem ini menuntut kesiapan yang tinggi dari
para murid.
Dengan
membandingkan kedua pendekatan di atas, langkah yang tepat bagi lembaga
pendidikan di Indonesia adalah melaksanakan sistem pendidikan dengaan orientasi
kepada guru. Pendekatan ini didasarkan kenyataan, bahwa murid-murid lembaga
pendidikan di Indonesia pada umumnya terdiri atas berbagai latar belakang yang
berbeda. Namun, secara umum, tingkat kemampuaan menangkap pelajaran rata-rata
dianggap sama.
Untuk
mengeliminasi kelemahan pendekatan yang berorientasi pada guru, diperlukan
peningkatan hubungan guru dan murid. Dalam hal ini, ada semacam mitos yang
berlaku di kalangan pendidikan. Seorang guru yang baik harus memenuhi
persyaratan antara lain, bersikap tenang, tidak pernah berteriak, dan tidak
menunjukkan emosi yang tinggi. Guru yang baik tidak pernah berprasangka buruk,
tidak pernah membedakan anak atas dasar suku, ras, atau jenis kelamin. Guru
yang baik menerima semua anak dengan pandangan yang sama, tidak pernah punya
favorit dan tidak pilih kasih.
Seorang guru dituntut untuk lebih mengerti, lebih memiliki ilmu pengetahuan, dan lebih sempurna daripada orang-orang pada umumnya. Kekeliruan anggapan ini memaksa guru melampaui sifat-sifat manusiawinya. Guru dituntut melakukan hal-hal yang tidak mungkin dilakukan. Namun rupanya patokan ini pun memperoleh dukungan dari kalangan guru sendiri, sehingga pada masing-masing guru telah terpola model guru yang ideal.
Seorang guru dituntut untuk lebih mengerti, lebih memiliki ilmu pengetahuan, dan lebih sempurna daripada orang-orang pada umumnya. Kekeliruan anggapan ini memaksa guru melampaui sifat-sifat manusiawinya. Guru dituntut melakukan hal-hal yang tidak mungkin dilakukan. Namun rupanya patokan ini pun memperoleh dukungan dari kalangan guru sendiri, sehingga pada masing-masing guru telah terpola model guru yang ideal.
Dengan
menganggap patokan tersebut sebagai norma, justru hubungan guru dan murid akan
terganggu. Guru tidak perlu mengambil jarak terlalu jauh sehingga hubungan guru
dan murid tak berfungsi. Jadi, yang diharapkan sebetulnya adalah guru harus
bersikap realistis untuk menilai dirinya dalam hubungannya dengan murid. Ia
harus menyadari kekurangan-kekurangannya.
Memberikan penekanan pada hubungan guru dan murid berarti memberikan kesempatan kepada kedua belah pihak untuk saling berkomunikasi secara wajar dan tidak terpaku pada patokan-patokan yang sangat ideal yang hampir tidak mungkin tercapai.
Menurut Finn (1972), yang menjadi ciri-ciri konsep sistem dalam teknologi pendidikan adalah mengoordinasikan orang-mesin-informasi, adanya informasi untuk pengendalian, analisis yang menyeluruh dan perencanaan jangka panjang.
Hobban (1960), menekankan perlunya konsep sistem dalam pendidikan. Kegunaan konsep sistem adalah gagasan adanya :
a. Komponen dlm sistem
b. Integrasi diantara komponen
c. Peningkatan efisiensi sistem
Perkembangan konsep sistem dan teknik-tekniknya seperti pendekatan sistem dan analisis sistem, membawa pengaruh lebih lanjut dibidang teknologi pendidikan. Pendekatan sistem menurut Heinich (1965), memerlukan pengkajian seluruh proses dengan menyadari adanya saling hubungan dalam dan antara komponen, mempunyai tujuan tertentu, berjalan melalui tahapan yang diperlukan, serta menilai hasil akhir apakah sesuai dengan tujuan dan memperbaikinya bila belum sesuai. Konsepsi ini paling tidak mempengaruhi perkembangan bidang teknologi pendidikan dengan konsep sebagai berikut:
a) Teknologi Pendidikan merupakan suatu proses bukan produk
b) Teknologi Pendidikan menerapkan pendekatan sistem untuk pembelajaran dengan melakukan analisis, pengembangan, dan evaluasi
c) Teknologi Pendidikan mengintegrasikan sumber insani dan non-insani
d) Kegiatan analisis, pengembangan dan evaluasi memerlukan sumber insani yang dipersiapkan/ mempunyai tanggung jawab khusus
e) Teknologi Pendidikan lebih dari sekadar jumlah komponen-komponen melainkan kombinasi fungsi dan sumber dalam proses yang sistematis dan menghasilkan sesuatu yang baru-yang tidak dapat dihasilkan oleh masing-masing komponen secara terpisah.
F. Perkembangan Landasan Teori dan Konsep Sistem Teknologi Pendidikan
Perkembangan konsep teknologi pendidikan tersebut diawali dengan adanya alat peraga yang digunakan oleh tiap-tiap guru secara individual dalam rangka kegiatan pembelajarannya. Kemudian disediakannya berbagai media pengajaran oleh lembaga yang khusus membuat tugas pembuatan dan penyediaan media (seperti yang dilakukan oleh TAC). Para guru diharapkan menggunakan media yang tersedia sebagai bagian integral dari program belajar mengajar.
Perkembangan kemudian masih terbatas dalam lingkup pendidikan sekolah, namun teknologi pendidikan tak hanya berupa media, tapi juga berbagai strategi yang diperlukan agar siswa belajar aktif. Namun dengan demikian, pertimbangan bahwa belajar itu terjadi dimana saja, kapan saja, serta oleh siapa dan apa saja, maka konsep pendidikan disekolah harus diperluas, hingga lingkungan luar sekolah termasuk dilembaga masyarakat, lembaga pelatihan, lembaga kerja, lembaga ibadah, bahkan oleh pribadi. Sedang kegiatannya dapat berupa teknologi pembelajaran atau teknologi kinerja.
G. Aplikasi Landasan Teori dan Konsep Sistem Teknologi Pendidikan
Konsep-konsep yang telah ditumbuhkan melalui program pendidikan dan penelitian, kemudian diadaptasi dan disesuaikan dengan kondisi lingkungan. Meskipun demikian, gagasan dan rujukan yang terkandung dalam istilah teknologi pendidikan atau teknologi pembelajaran dapat dipertahankan yaitu : agar setiap orang mampu mengembangkan diri secara optimal dengan memperoleh kesempatan belajar melalui berbagai proses dan sumber dengan rujukan : proses yang sistemik dan sistematis, aneka sumber yang dikembangkan dan atau digunakan untuk belajar; bertolak dari berbagai teori yang relevan dan kenyataan empiris; adanya nilai tambah dalam mencapai tujuan kegiatan; bersifat inovatif karena harus menyesuaikan dengan perkembangan pengeahuan dan kebutuhan : dan ditambah dengan pendekatan isomeristik yang menggabungkan berbagai pemikiran atau disiplin keilmuan.
Perkembangan terminologi dalam bidang teknologi pendidikan bahkan telah menjadi bagian integral dalam sistem pendidikan. Jelaslah bahwa konsep teknologi pendidikan telah tumbuh dan berkembang di Indonesia. Namun ibarat tanaman yang telah tumbuh dan berkembang, tetapi tidak dirawat, dipupuk, dan diremajakan, maka tanaman itu akan dapat mati, demikian juga dengan konsep dari teknologi pendidikan ini.
Apabila kita konsekuen terhadap upaya memprofesionalkan pekerjaan guru maka filsafat pendidikan merupakan landasan berpijak yang mutlak. Artinya, sebagai pekerja professional, tidaklah cukup bila seorang guru hanya menguasai apa yang harus dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya. Kedua penguasaan ini baru tercermin kompetensi seorang tukang. Disamping penguasaan terhadap apa dan bagaimana tentang tugasnya, seorang guru juga harus menguasai mengapa ia melakukan setiap bagian serta tahap tugasnya itu dengan cara tertentu dan bukan dengan cara yang lain. Jawaban terhadap pertanyaan mengapa itu menunjuk kepada setiap tindakan seorang guru didalam menunaikan tugasnya, yang pada gilirannya harus dapat dipulangkan kepada tujuan-tujuan pendidikan yang mau dicapai, baik tujuan-tujuan yang lebih operasional maupun tujuan-tujuan yang lebih abstrak. Oleh karena itu maka semua keputusan serta perbuatan instruksional serta non-instruksional dalam rangka penunaian tugas-tugas seorang guru dan tenaga kependidikan harus selalu dapat dipertanggungjawabkan secara pendidikan (tugas professional, pemanusiaan dan civic) yang dengan sendirinya melihatnya dalam perspektif yang lebih luas dari pada sekedar pencapaian tujuan-tujuan instruksional khusus, lebih-lebih yang dicekik dengan batasan-batasan behavioral secara berlebihan.
Pendidik dan subjek didik melakukan pemanusiaan diri ketika mereka terlihat di dalam masyarakat profesional yang dinamakan pendidikan itu; hanyalah tahap proses pemanusiaan itu yang berbeda, apabila diantara keduanya, yaitu pendidik dan subjek didik, dilakukan perbandingan. Ini berarti kelebihan pengalaman, keterampilan dan wawasan yang dimiliki guru semata-mata bersifat kebetulan dan sementara, bukan hakiki. Oleh karena itu maka kedua belah pihak terutama harus melihat transaksi personal itu sebagai kesempatan belajar dan khusus untuk guru dan tenaga kependidikan, tertumpang juga tanggungjawab tambahan menyediakan serta mengatur kondisi untuk membelajarkan subjek didik, mengoptimalkan kesempatamn bagi subjek didik untuk menemukan dirinya sendiri, untuk menjadi dirinya sendiri (Learning to Be, Faure dkk, 1982). Hanya individu-individu yang demikianlah yang mampu membentuk masyarakat belajar, yaitu masyarakat yang siap menghadapi perubahan-perubahan yang semakin lama semakin laju tanpa kehilangan dirinya.Apabila demikianlah keadaannya maka sekolah sebagai lembaga pendidikan formal hanya akan mampu menunaikan fungsinya serta tidak kehilangan hak hidupnya didalam masyarakat, kalau ia dapat menjadikan dirinya sebagai pusat pembudayaan, yaitu sebagai tempat bagi manusia untuk meningkatkan martabatnya. Dengan perkataan lain, sekolah harus menjadi pusat pendidikan. Menghasilkan tenaga kerja, melaksanakan sosialisasi, membentuk penguasaan ilmu dan teknologi, mengasah otak dan mengerjakan tugas-tugas persekolahan, tetapi yang paling hakiki adalah pembentukan kemampuan dan kemauan untuk meningkatkan martabat kemanusiaan seperti telah diutarakan di muka dengan menggunakan cipta, rasa, karsa dan karya yang dikembangkan dan dibina.
Perlu digarisbawahi di sini adalah tidak dikacaukannya antara bentuk dan hakekat. Segala ketentuan prasarana dan sarana sekolah pada hakekatnya adalah bentuk yang diharapkan mewadahi hakekat proses pembudayaan subjek didik. Oleh karena itu maka gerakan ini hanya berhenti pada “penerbitan” prasarana dan sarana sedangkan transaksi personal antara subjek didik dan pendidik, antara subjek didik yang satu dengan subjek didik yang lain dan antara warga sekolah dengan masyarakat di luarnya masih belum dilandasinya, maka tentu saja proses pembudayaan tidak terjadi. Seperti telah diisyaratkan dimuka, pemberian bobot yang berlebihan kepada kedaulatan subjek didikakan melahirkan anarki sedangkan pemberian bobot yang berlebihan kepada otoritas pendidik akan melahirkan penjajahan dan penjinakan. Kedua orientasi yang ekstrim itu tidak akan menghasilkan pembudayaan manusia.
Memberikan penekanan pada hubungan guru dan murid berarti memberikan kesempatan kepada kedua belah pihak untuk saling berkomunikasi secara wajar dan tidak terpaku pada patokan-patokan yang sangat ideal yang hampir tidak mungkin tercapai.
Menurut Finn (1972), yang menjadi ciri-ciri konsep sistem dalam teknologi pendidikan adalah mengoordinasikan orang-mesin-informasi, adanya informasi untuk pengendalian, analisis yang menyeluruh dan perencanaan jangka panjang.
Hobban (1960), menekankan perlunya konsep sistem dalam pendidikan. Kegunaan konsep sistem adalah gagasan adanya :
a. Komponen dlm sistem
b. Integrasi diantara komponen
c. Peningkatan efisiensi sistem
Perkembangan konsep sistem dan teknik-tekniknya seperti pendekatan sistem dan analisis sistem, membawa pengaruh lebih lanjut dibidang teknologi pendidikan. Pendekatan sistem menurut Heinich (1965), memerlukan pengkajian seluruh proses dengan menyadari adanya saling hubungan dalam dan antara komponen, mempunyai tujuan tertentu, berjalan melalui tahapan yang diperlukan, serta menilai hasil akhir apakah sesuai dengan tujuan dan memperbaikinya bila belum sesuai. Konsepsi ini paling tidak mempengaruhi perkembangan bidang teknologi pendidikan dengan konsep sebagai berikut:
a) Teknologi Pendidikan merupakan suatu proses bukan produk
b) Teknologi Pendidikan menerapkan pendekatan sistem untuk pembelajaran dengan melakukan analisis, pengembangan, dan evaluasi
c) Teknologi Pendidikan mengintegrasikan sumber insani dan non-insani
d) Kegiatan analisis, pengembangan dan evaluasi memerlukan sumber insani yang dipersiapkan/ mempunyai tanggung jawab khusus
e) Teknologi Pendidikan lebih dari sekadar jumlah komponen-komponen melainkan kombinasi fungsi dan sumber dalam proses yang sistematis dan menghasilkan sesuatu yang baru-yang tidak dapat dihasilkan oleh masing-masing komponen secara terpisah.
F. Perkembangan Landasan Teori dan Konsep Sistem Teknologi Pendidikan
Perkembangan konsep teknologi pendidikan tersebut diawali dengan adanya alat peraga yang digunakan oleh tiap-tiap guru secara individual dalam rangka kegiatan pembelajarannya. Kemudian disediakannya berbagai media pengajaran oleh lembaga yang khusus membuat tugas pembuatan dan penyediaan media (seperti yang dilakukan oleh TAC). Para guru diharapkan menggunakan media yang tersedia sebagai bagian integral dari program belajar mengajar.
Perkembangan kemudian masih terbatas dalam lingkup pendidikan sekolah, namun teknologi pendidikan tak hanya berupa media, tapi juga berbagai strategi yang diperlukan agar siswa belajar aktif. Namun dengan demikian, pertimbangan bahwa belajar itu terjadi dimana saja, kapan saja, serta oleh siapa dan apa saja, maka konsep pendidikan disekolah harus diperluas, hingga lingkungan luar sekolah termasuk dilembaga masyarakat, lembaga pelatihan, lembaga kerja, lembaga ibadah, bahkan oleh pribadi. Sedang kegiatannya dapat berupa teknologi pembelajaran atau teknologi kinerja.
G. Aplikasi Landasan Teori dan Konsep Sistem Teknologi Pendidikan
Konsep-konsep yang telah ditumbuhkan melalui program pendidikan dan penelitian, kemudian diadaptasi dan disesuaikan dengan kondisi lingkungan. Meskipun demikian, gagasan dan rujukan yang terkandung dalam istilah teknologi pendidikan atau teknologi pembelajaran dapat dipertahankan yaitu : agar setiap orang mampu mengembangkan diri secara optimal dengan memperoleh kesempatan belajar melalui berbagai proses dan sumber dengan rujukan : proses yang sistemik dan sistematis, aneka sumber yang dikembangkan dan atau digunakan untuk belajar; bertolak dari berbagai teori yang relevan dan kenyataan empiris; adanya nilai tambah dalam mencapai tujuan kegiatan; bersifat inovatif karena harus menyesuaikan dengan perkembangan pengeahuan dan kebutuhan : dan ditambah dengan pendekatan isomeristik yang menggabungkan berbagai pemikiran atau disiplin keilmuan.
Perkembangan terminologi dalam bidang teknologi pendidikan bahkan telah menjadi bagian integral dalam sistem pendidikan. Jelaslah bahwa konsep teknologi pendidikan telah tumbuh dan berkembang di Indonesia. Namun ibarat tanaman yang telah tumbuh dan berkembang, tetapi tidak dirawat, dipupuk, dan diremajakan, maka tanaman itu akan dapat mati, demikian juga dengan konsep dari teknologi pendidikan ini.
Apabila kita konsekuen terhadap upaya memprofesionalkan pekerjaan guru maka filsafat pendidikan merupakan landasan berpijak yang mutlak. Artinya, sebagai pekerja professional, tidaklah cukup bila seorang guru hanya menguasai apa yang harus dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya. Kedua penguasaan ini baru tercermin kompetensi seorang tukang. Disamping penguasaan terhadap apa dan bagaimana tentang tugasnya, seorang guru juga harus menguasai mengapa ia melakukan setiap bagian serta tahap tugasnya itu dengan cara tertentu dan bukan dengan cara yang lain. Jawaban terhadap pertanyaan mengapa itu menunjuk kepada setiap tindakan seorang guru didalam menunaikan tugasnya, yang pada gilirannya harus dapat dipulangkan kepada tujuan-tujuan pendidikan yang mau dicapai, baik tujuan-tujuan yang lebih operasional maupun tujuan-tujuan yang lebih abstrak. Oleh karena itu maka semua keputusan serta perbuatan instruksional serta non-instruksional dalam rangka penunaian tugas-tugas seorang guru dan tenaga kependidikan harus selalu dapat dipertanggungjawabkan secara pendidikan (tugas professional, pemanusiaan dan civic) yang dengan sendirinya melihatnya dalam perspektif yang lebih luas dari pada sekedar pencapaian tujuan-tujuan instruksional khusus, lebih-lebih yang dicekik dengan batasan-batasan behavioral secara berlebihan.
Pendidik dan subjek didik melakukan pemanusiaan diri ketika mereka terlihat di dalam masyarakat profesional yang dinamakan pendidikan itu; hanyalah tahap proses pemanusiaan itu yang berbeda, apabila diantara keduanya, yaitu pendidik dan subjek didik, dilakukan perbandingan. Ini berarti kelebihan pengalaman, keterampilan dan wawasan yang dimiliki guru semata-mata bersifat kebetulan dan sementara, bukan hakiki. Oleh karena itu maka kedua belah pihak terutama harus melihat transaksi personal itu sebagai kesempatan belajar dan khusus untuk guru dan tenaga kependidikan, tertumpang juga tanggungjawab tambahan menyediakan serta mengatur kondisi untuk membelajarkan subjek didik, mengoptimalkan kesempatamn bagi subjek didik untuk menemukan dirinya sendiri, untuk menjadi dirinya sendiri (Learning to Be, Faure dkk, 1982). Hanya individu-individu yang demikianlah yang mampu membentuk masyarakat belajar, yaitu masyarakat yang siap menghadapi perubahan-perubahan yang semakin lama semakin laju tanpa kehilangan dirinya.Apabila demikianlah keadaannya maka sekolah sebagai lembaga pendidikan formal hanya akan mampu menunaikan fungsinya serta tidak kehilangan hak hidupnya didalam masyarakat, kalau ia dapat menjadikan dirinya sebagai pusat pembudayaan, yaitu sebagai tempat bagi manusia untuk meningkatkan martabatnya. Dengan perkataan lain, sekolah harus menjadi pusat pendidikan. Menghasilkan tenaga kerja, melaksanakan sosialisasi, membentuk penguasaan ilmu dan teknologi, mengasah otak dan mengerjakan tugas-tugas persekolahan, tetapi yang paling hakiki adalah pembentukan kemampuan dan kemauan untuk meningkatkan martabat kemanusiaan seperti telah diutarakan di muka dengan menggunakan cipta, rasa, karsa dan karya yang dikembangkan dan dibina.
Perlu digarisbawahi di sini adalah tidak dikacaukannya antara bentuk dan hakekat. Segala ketentuan prasarana dan sarana sekolah pada hakekatnya adalah bentuk yang diharapkan mewadahi hakekat proses pembudayaan subjek didik. Oleh karena itu maka gerakan ini hanya berhenti pada “penerbitan” prasarana dan sarana sedangkan transaksi personal antara subjek didik dan pendidik, antara subjek didik yang satu dengan subjek didik yang lain dan antara warga sekolah dengan masyarakat di luarnya masih belum dilandasinya, maka tentu saja proses pembudayaan tidak terjadi. Seperti telah diisyaratkan dimuka, pemberian bobot yang berlebihan kepada kedaulatan subjek didikakan melahirkan anarki sedangkan pemberian bobot yang berlebihan kepada otoritas pendidik akan melahirkan penjajahan dan penjinakan. Kedua orientasi yang ekstrim itu tidak akan menghasilkan pembudayaan manusia.
Tidaklah
berlebihan kiranya bila dikatakan bahwa di Indonesia kita belum punya teori
tentang pendidikan guru dan tenaga kependidikan. Hal ini tidak mengherankan
karena kita masih belum saja menyempatkan diri untuk menyusunnya. Bahkan
salahsatu prasaratnya yaitu teori tentang pendidikan sebagimana diisyaratkan
pada bagian-bagian sebelumnya, kita masih belum berhasil memantapkannya. Kalau
kita terlibat dalam berbagi kegiatan pembaharuan pendidikan selama ini maka yang
diperbaharui adalah pearalatan luarnya bukan bangunan dasarnya.
Dalam
memetakan masalah pendidikan maka perlu diperhatikan realitas pendidikan itu
sendiri yaitu pendidikan sebagai sebuah subsistem yang sekaligus juga merupakan
suatu sistem yang kompleks. Gambaran pendidikan sebagai sebuah subsistem adalah
kenyataan bahwa pendidikan merupakan salah satu aspek kehidupan yang berjalan
dengan dipengaruhi oleh berbagai aspek eksternal yang saling terkait satu sama
lain. Aspek politik, ekonomi, sosial-budaya, pertahanan-keamanan, bahkan
ideologi sangat erat pengaruhnya terhadap keberlangsungan penyelenggaraan
pendidikan, begitupun sebaliknya. Sedangkan pendidikan sebagai suatu sistem
yang kompleks menunjukan bahwa pendidikan di dalamnya terdiri dari berbagai perangkat
yang saling mempengaruhi secara internal, sehingga dalam rangkaian
input-proses-output pendidikan, berbagai perangkat yang mempengaruhinya
tersebut perlu mendapatkan jaminan kualitas yang layak oleh berbagai
stakeholder yang terkait.
Dalam
kaitan pendidikan sebagai suatu sistem, maka aplikasi pendidikan yang saat ini
tengah berkembang diantaranya Sistem Informasi Manajemen Sekolah ini menjadi 8
sub-sistem yaitu :
1. Sistem
Informasi Profil (Portal Sekolah) : yang nantinya akan berisi Profil Sekolah,
Visi, Misi, Fasilitas, program-program, Berita/Artikel, kegiatan/agenda,
informasi kesiswaan, forum, galeri foto, dan buku tamu.
2. Sistem
Informasi Personalia : yang berisi Data Guru dan Staf untuk mengelola informasi
penting tentang tenaga pengajar maupun staf yang terdaftar di sekolah, seperti
biodata, pangkat, jabatan, alamat, status bekerja, jam kerja, riwayat
pendidikan, riwayat karir, riwayat pelatihan, tingkat kehadiran, info gaji dan
lain-lain
3. Sistem
Informasi Sarana dan Prasarana : berisi mengenai Manajemen Aset sekolah mulai
dari penomoran aset, lokasi aset, penggunaan aset dan jumlah aset
4. Sistem
Informasi Keuangan : akan berisi data pembayaran biaya pendidikan siswa,
seperti SPP, uang pembangunan, dan biaya-biaya lain. Data pembayaran tersebut
akan ditampilkan dalam format laporan yang akan memudahkan pihak sekolah dalam
melakukan pemeriksaan dan evaluasi, seperti :
§ Laporan
siswa yang belum dan sudah melakukan pembayaran
§ Laporan-laporan
yang berkenaan dengan honor guru/karyawan
5. Sistem
Informasi Siswa : akan berisi data Penerimaan Siswa Baru, Biodata siswa,
Pengelolaan Kenaikan Kelas Siswa (manual maupun otomatis), Pengelolaan
Kelulusan/Alumni, Pencetakan Kartu Siswa, dan Pengelolaan Kedisiplinan Siswa
6. Sistem
Informasi Akademik : berisi Pengelolaan Kurikulum, Penjadwalan Satuan
Pengajaran, Pengelolaan Nilai Akademik Siswa dan Laporan Hasil Studi Siswa, dan
Presensi Siswa dalam kegiatan PBM
7. Sistem
Informasi Perpustakaan : berisi Pengelolaan buku, Pengelolaan anggota,
Transaksi peminjaman dan pengembalian buku, dan Manajemen Arsip Digital
8. Sistem
E-Learning : berisi Proses pendidikan menggunakan sistem online maupun intranet
bagi siswa dan guru berupa modul sekolah, tanya-jawab, kuis online, maupun
tugas-tugas.
Penutup
Macam-Macam Landasan Teori dalam Teknologi Pendidikan adalah:
Macam-Macam Landasan Teori dalam Teknologi Pendidikan adalah:
1. Landasan Teori dalam llmu Perilaku
2. Landasan Teori dalam llmu Komunikasi
3. Landasan
Teori dalam ilmu Sosiologi
4. Landasan
Teori dalam Ilmu Filsafat
5. Landasan
Teori dari Disiplin Lain
6. Kegunaan
konsep sistem adalah gagasan adanya :
§
Komponen dalam sistem
§
Integrasi diantara komponen
§
Peningkatan efisiensi sistem
§
Konsep sistem teknologi pendidikan yaitu :
1.
Teknologi Pendidikan merupakan suatu proses
bukan produk
2.
Teknologi Pendidikan menerapkan pendekatan
sistem untuk pembelajaran dengan melakukan analisis, pengembangan, dan evaluasi
3.
Teknologi Pendidikan mengintegrasikan sumber
insani dan non-insani
4.
Kegiatan analisis, pengembangan dan evaluasi
memerlukan sumber insani yang dipersiapkan/ mempunyai tanggung jawab khusus
5.
Teknologi Pendidikan lebih dari sekadar
jumlah komponen-komponen melainkan kombinasi fungsi dan sumber dalam proses
yang sistematis dan menghasilkan sesuatu yang baru-yang tidak dapat dihasilkan
oleh masing-masing komponen secara terpisah.
Jelaslah
bahwa konsep teknologi pendidikan telah tumbuh dan berkembang di Indonesia.
Namun ibarat tanaman yang telah tumbuh dan berkembang, tetapi tidak dirawat,
dipupuk, dan diremajakan, maka tanaman itu akan dapat mati, demikian juga
dengan konsep dari teknologi pendidikan ini.
Referensi
Miarso, Yusufhadi. 2007. Menyemai Benih
Teknologi Pendidikan. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.
Prawiradilaga, Dewi Salma dan Eveline
Siregar. 2007. Mozaik Teknologi Pendidikan. Jakarta : Universitas Negeri
Jakarta.
Seels, Barbara B dan Richey, Rita C. 1994.
Teknologi Pembelajaran Definis dan Kawasannya. Jakarta : Universitas Negeri
Jakarta.
0 komentar:
Posting Komentar